- BAGIAN-6 – Hari kelima 15 Mei 1998: Telepon misterius
Aksi
kerusuhan terus menjalar ke berbagai tempat di ibukota, dan bahkan
kota-kota besar lainnya mulai muncul aksi kekerasan juga.
berita-berita di koran dan televisi masih juga membikin bulu kuduk
berdiri, selagi penanganannya masih belum menunjukkan hasil yang
maksimal.
JL
sementara itu terus konsinyir di Dephankam bersama dengan Pangab
Jenderal TNI Wiranto dan seluruh staf yang ada. Belum juga muncul
kesempatan buatku untuk bertemu dengannya. Tentu saja sebagai seorang
istri aku sedih, apalagi di tengah keadaan yang tidak menentu, penuh
dengan
ancaman kekerasan di mana-mana membikin hatiku was-was terus. Namun
tentu saja, hal itu seudah jamak bagi istri prajurit. Apalagi JL
sepanjang karirnya sering bertugas di lapangan sehingga hal-hal
seperti itu sudah bukan barang baru lagi bagiku. Mami masih dalam
perawatan dokter ahlinya di RSPAD.
Sepanjang
siang hari itu aku sering mendapatkan panggilan telepon dari
teman-teman atau sahabatku, dan aku pun juga sering menelepon mereka
untuk memastikan keadaannya. Saat itu betul-betul sepotong siang yang
amat melelahkan.
Pada
petang harinya sekitar pukul 17.00 terdengar dering telepon di rumah.
Aku tidka punya perkiraan dari mana datangnya panggilan itu. Tapi
mengingat keadaan ibukota yang tengah membara, maka cepat-cepat aku
sambar gagang telepon guna memastikan ada perkembangan apa lagi
gerangan.
Di
seberang sana terdengar suara seorang pria. Ia meminta konfirmasi
apakah benar ia berbicara dengan keluarga Johny Lumintang. Aku
katakan aku Ibu Johny. Selanjutnya dengan nada pasti dan mantap pria
itu menyampaikan pesan bahwa Pak Johny Lumintang dimitna Pangab untuk
rapat bersamanya di Dephankam saat itu juga. Aku hanya menjawab iya
dan berjanji akan sya sampaikan.
Tentu
saja informasi itu aku sampaikan aku sampaikan ke ajudan JL, Serma
Djoko, lewat ponsel. Ia nampak terkejut mendengar informasi dariku.
“Lho,
Bu, itu telepon dari siapa?” tanya Djoko dari seberang sana dengan
nada kaget.
“Dari
ajudan Pangab, katanya,” jawabku.
“Lho,
gimana sih, wong Bapak sedang briefing bersama Pangab kok, Bu,”
sahutnya dengan nada yang kedengarannya agak khawatir. Aku tanya ada
apa sebenarnya. Apalagi dalam keadaan yang sedang rusuh seperti itu,
maka was-wasku pun muncul. Kelihatannya aku harus berhati-hati.
Serma
Djoko di kemudian hari menceritakan bahwa setelah menerima telepon
dariku ia mengambil inisiatif untuk segera masuk ke ruangan untuk
menyampaikannya langsung kepada JL. Ia ceritakan semua apa yang
terjadi. Tentu saja sebagai seorang prajurit yang sudah
berpengalaman, JL curiga. Belakangan ia menceritakan kepadaku bahwa
setelah mendengar informasi dari ajudannya, ia kemudian menyampaikan
kejadian itu kepada Pangab.
Ketika
mendengar laporan itu, Pangab jgua nampak terkejut. Setelah berunding
sebentar, beliau langsung memerintahkan kepada Komandan Detasemen
Markas (Dan Denma) untuk mengirim anggota pengamanan ke rumahku.
Perintah segera dilaksanakan.
Penjagaan
ketat
Setelah
menyampaikan peristiwa itu kepada Serma Djoko aku tak tahu apa-apa,
hanya berusaha menenangkan diri serta emnghibur anak-anak. Aku baru
sadar bahwa tim pengamanan sudah tiba dan menjalankan tugasnya
beberapa menit kemudian yaitu ketika aku membuka gordijn jendela
apartemen.
Aku
terkejut melihat pemandangan yang agak lain dari biasanya. Yang
kulihat dan kusaksikan setiap hari hanya sejumlah Satpam yang selalu
bertugas di lingkungan apartemen. Ternyata sekarang nampak ada
seorang pria yang mengenakan jaket yang aku kenali berasal dari
satuan Paskhas TNI AU. Dari balik jaketnya yaitu di punggungnya
nampak menyembul laras senapan panjang. Ia berjalan hilir-mudik di
dekat gerbang dan terkadang berbincang dengan anggota Satpam yang
berjaga.
Ternyata
bukan hanya seorang! Di dekat kolam renang kulihat dari atas ada lagi
seorang yang lain, tetap dengan mengenakan jaket dengan sembulan
laras senapan panjang. “Wah, kelihatannya suasana jadi serius,
nih,” kataku dalam hati.
Tak
berapa lama kemudian, datang telepon dari JL. Ia minta agar kabel
telepon aaprtemen dicabut saja guna menghindari segala kemungkinan
yang buruk. Tentu saja saran itu aku laksanakan secepatnya!!
Ya
Tuhanku lindungilah kami semuanya.
Berita-berita
dari stasiun TV asing maupun lokal semakin membikin miris. Terlihat
para penjarah mengangkut barang-barang dari kompleks pertokoan begitu
mudah, begitu enteng seperti membawa barang milik mereka sendiri
saja. Manusia-manusia macam apa ini? Apakah demikian ini gambaran
bangsa yang berbudi luhur, yagn mengaku Pancasilais?
Hatiku
semakin sedih.
Teks Foto atas: Mayjen TNI Johny Lumintang dengan salah seorang cucunya.
Teks Foto atas: Mayjen TNI Johny Lumintang dengan salah seorang cucunya.
(BERSAMBUNG
– Bagian 7 mendatang: Menerobos barikade demonstrans)
Komentar
Posting Komentar