Langsung ke konten utama

13 Hari tegang sekitar Suharto lengser




  • BAGIAN-3 – Memoar drg. Sonya Henny Johny Lumintang, MARS
  • Hari kedua 12 Mei 1998: Jatuh korban penembakan

Pada tanggal 12 Mei, demonstrasi mahasiswa sudah berkembang begitu besarnya. Konsentrasi demonstran berada di kampus Univ. Trisakti dan sekitarnya. Aksi mereka meluber hingga ke jalanan di depan dan di samping kampusnya di daerah Grogol, Jakarta Barat.
Nampak keadaan sudah demikian panasnya sehingga terjadi bentrok fisik antara para mahasiswa dengan aparat keamanan. Dari layar tv kulihat mereka terlibat saling dorong. Kelihatan juga beberapa mahasiswa menerima pukulan dari personel keamanan, sementara dari pihak mahasiswa tak kalah pula galaknya, yaitu dengan membakari ban-ban bekas serta melempari petugas dengan batu-batuan.
Terdengar serentetan tembakan yang diarahkan ke kampus. Dari pemberitaan mass media sesudahnya, kuketahui bahwa penembakan itu dilakukan dari jembatan layang Grogo; yang belum terlalu lama diresmikan pemakaiannya. Pembangunan jalan layang tersebut penah memakan korban sejumlah kuli bangunan yang tewas tertimpa reruntuhan jembatan yang sebenarnya belum mengeras betonnya tapi sudah dilepas tiang-tiang perancahnya.
Petang itu kira-kira pukul 17.00 WIB daerah sekitar jalan layang Grogol kembali memakan korban, karena pada malam harinya baru kuketahui bahwa indsiden itu telah menewaskan 4 (empat) orang mahasiswa Trisakti dan melukai sejumlah lainnya. Suasana dikabarkan begitu mencekam. Pra mahasiswa kaget, pani, tapi juga marah dengan jatuhnya korban rekan-rekan mereka diterjang peluru. Kudengar kemudian para mahasiswa bubar berlarian dikejar aparat keamanan hingga ke kampung-kampung di belakang kampus. Seorang mahasiswa menceritakan waktu itu penduduk ikut melindungi para mahasiswa dan sebagian menembunyikannya di rumah-rumah mereka.
Begitulah demonstrasi yang semula berjalan aman-aman saja lantas berubah menjadi keras. Insiden tersebut belakangan disebut sebagai Indsiden Trisaksi. Perjuangan untuk reformasi sudah memakan korban mahasiswa. Insiden inilah yang oleh para pengamat disebut sebagai pemicu kerusuhan yang amat mendirikan bulu roma dan berekor pada mundurnya Presiden Suharto yang telah berkuasa 32 tahun.
Pada hari itu sekitar pukul 17.00 petang Kitty, putriku, mendapat telepon dari dosennya di Trisakti. Ia bilang bahwa situasi di daerah sekitar kampus sudah tidak dapat terkendalikan lagi. Ia bertanya di mana Pak Johny Lumintang berada, karena ia akan minta tolong suamiku agar bagaimana sebaiknya anak-anak Trisaksi dalam keadaan seperti itu. Dosen itu akan minta saran agar tidak lagi terjadi bentrokan antara mahasiswanya dengan aparat keamanan.
“Keadaan sudah sangat serius Kitty, sudah jatuh korban,” begitu kurang lebih kata dosen tersebut seperti yang dituturkan Kitty kepadaku. Lalu putriku bertanya berapa yang sudah jatuh korban.
Dosen menjawab, “Pokoknya mereka sudah menembaki kita!”
Sayangnya pada tanggal 12 Mei itu suamiku, JL, tak ada di rumah. Dia sudah berada di Singapura untuk menyelesaikan beberapa tugasnya.
(BERSAMBUNG – Bagian 4 mendatang: Ibukota berkobar)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima