Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2013

Ningrat Solo asli Betawi

            Dia bergelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA), satu tingkat kebangsawanan yang tidak main-main dari Kraton Surakarta Hadiningrat, Jawa Tengah. Tapi jangan kaget, ketika berbicara, gayanya ceplas-ceplos, terus terang, bersuara keras, berlainan sekali dengan tipe umum orang Solo yang halus.             Tidak mengherankan, dia memang orang Betawi asli kelahiran Cengkareng, 12 Februari 1930 (usia 83 tahun pada tahun 2013), yaitu Kanjeng Pangeran Aryo Kyai Haji Doktorandus Nukman Muhasyim, pengasuh Pusat Pendidikan Islam Modern Al Huda, Cengkareng, Jakarta Barat. Sifat bawaannya sebagai orang Betawi tentu seperti digambarkan di atas, terus terang, tanpa tedeng aling-aling dan berani “pasang badan” di depan bila kepentingan masyarakat terganggu. Jiwa jawara Betawi yang pantang mundur ada dalam dirinya yaitu berani mengambil risiko dan mengambil tanggung jawab. Bukan tipe pemimpin cengeng. Sungguh, jauh dari itu semua.             Sebagai orang Cengkareng, ia menjadi s

Khusus penumpang perempuan

Kereta api Commuter Line yang beroperasi di Jabodetabek menentukan dua gerbong, yaitu yang pertama dan terakhir diperuntukkan bagi para penumpang perempuan. Mat Geblek nekat, naik ke salah satu gerbong khusus itu. Kontan ia ditegur petugas. Mat Geblek     : Lho, saya juga penumpang perempuan kok, cuma sesekali aja ganti posisi buat variasi biar tidak bosan.

Ramalan kematian Hitler

Menjelang berakhirnya Perang Dunia II, pemimpin Nazi Jerman, Adolf Hitler, begitu gelisah. Ia lalu bertanya kepada dukun kepercayaannya, bertanya kapan, di mana, dan bagaimana dia mati. Dukun itu mengelus bola kristalnya, lalu berkata: Dukun           : Tuan, Anda akan mati di hari raya Yahudi. Hitler mengerinyitkan keningnya, bingung. Hitler             : Hari raya Yahudi yang mana? Kan banyak? Dukun           : Tuan, hari apa saja saat Anda mati, itulah hari raya Yahudi 

Suami "geblek"

Seorang nyonya dengan girang menelepon suaminya dari kota turis Riviera yang indah. Nyonya         : Pah, liburanku indah sekali kali ini, aku seperti perempuan baru! Suami          : Aku juga begitu Mah, sudahlah tinggal lagi di sana sampai minggu depan

Bikin koran dalam 10 Hari

            Mungkinkah membangun satu suratkabar harian hanya dalam waktu 10 hari? Kemudian tetap hidup berjalan kontinu? Jawabnya bisa, kalau semua bersedia “kesetanan”, kerja keras siang dan malam, dengan semangat tempur yang serempak.             Tulisan ini dibuat dalam rangka ikut-ikutan memperingati Hari Pers Nasional 9 Februari 2013 dan menjelang 10 tahun saat pendirian SKH Limboto Express , di Kab. Gorontalo, 4 Agustus 20 1 3 . Kenapa harus saya tulis? Karena ini pengalaman yang cukup menarik – minimal bagi saya sendiri – serta mungkin amat jarang terjadi, di mana proses pembangunan sebuah suratkabar harian yang kami lakukan waktu itu menyebal dari prosedur yang umum dilakukan penerbitan yang sejenis.             Memang, terkadang keadaanlah yang memaksa orang untuk dapat berbuat di luar nalar pada umumnya serta di atas kemampuannya sendiri, dan terbukti kemudian tidak ada yang tidak bisa dikerjakan selama semua tenaga, pikiran dan usaha difokuskan kepada tujua

Jam Bisu Warisan Batavia

Mantan staf Kantor Pemugaran Jakarta Kota 1972-1974,Indro Kusumowardono, memeriksa mesin jam di Museum Sejarah Jakarta, 40 tahun setelah direparasi di pebarik aslinya di London, Inggris.             Dulu sekali, ketika Jakarta masih bernama Batavia, lonceng berdiameter 50 cm dan tingginya 75 cm itu setiap sejam setia mengingatkan warganya lewat dentangannya, mengumandang ke seluruh penjuru kota. Ia begitu setia dan ajeg berputar seolah ikut menggelindingkan bumi ke arah timur.               Dentangan itu berasal dari tuas pemukul lonceng besar yang digantungkan di satu kubah di bagian atas atap gedung Stadhuis atau Balaikota Batavia, sekarang menjadi Museum Sejarah Jakarta. Tuas itu bergerak memukul sesuai jumlah waktu yang ditunjukkan oleh jarum besar pada piringan yang terpasang di luar.             Jantung dari itu semua, adalah seperangkat mesin jam yang terbuat dari besi tempa serta kuningan. Mesin ini didudukkan di kerangka besi kokoh sebesar lengan orang dewas