Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2012

Menguber Tikus Spionase

Oleh Adji Subela Judul film            : Tinker, Tailor, Soldier Spy Pemain               : Gary Oldman, Colin Firth, John Hurt, Mark Strong, dll                                                       Skenario             : Bridget O’Connor                                                       Sutradara           : Tomas Alfredson            Kisah spionase sering menarik, karena di sana ada intrik, tipu-menipu, ketegangan , dan aksi-aksi fisik. Tapi tak semua kisah spionase harus seperti gaya agen 007 James Bond yang flamboyan-spektakuler, atau gaya Bounce yang penuh aksi Hollywood. Film Tinker, Tailor, Soldier Spy ( TTSS ) menjadi perkecualian.            Film produksi 2011 garapan sutradara Tomas Alfredson ini mewakili gaya konservatif Inggris yang tenang, serius dan penuh misteri. Film adaptasi dari novel karya John le Carré ini penuh persoalan “administratif” mengenai kebocoran operasi Inggris di Hungaria selama perang dingin, awal dekade

Tukang Bendhe

          Bendhe itu satu jenis gong kecil, suaranya nyaring, keras, sehingga dipakai sebagai penarik perhatian orang, misalnya di tempat pengumuman, rapat, atau untuk mengumumkan sesuatu keliling kampung.           Pada era 50-an, orang belum banyak mengenal loudspeaker macam Toa atau Philips. Perangkat itu baru dikenal tahun 60-an, dan seiring majunya industri transistor, maka orang pun memakai loudspeaker jinjing yang ringan-praktis.           Di kampung halaman saya di Ponorogo, Jatim, tahun 50-an, orang sering menjumpai pria tua yang berjalan ke mana-mana keliling kampung untuk menyiarkan “berita” berupa lakon wayang yang bermain di alun-alun kota. Pria itu memakai surjan lurik, kain dan blangkon gaya Yogyakarta. Ketika itu rombongan wayang orang (WO) yang sering berkunjung adalah Ngesti Pandawa asal Semarang serta belakangan WO Cipto Kawedar asal Kediri yang paling sering menyambangi penggemarnya di Kota Reog.          Orang Ponorogo ketika itu paling suka ton

Stand-up Comedy

Indonesia sedang dilanda demam stand-up comedy . Si Dongok bernafsu ingin tampil. Beberapa kali ia latihan di depan kawan-kawan kuliahnya. Semua berkomentar buruk: “Sudah buang mimpimu, jangan tampil besok, banyolanmu payah,” kata seorang di antaranya. “Oh, tak apa-apa, orang akan tetap menertawakanku karena itu .”

Film The Artist Memang "Gila"

           Sineas Prancis memang “ gendeng ”. Mereka selalu kreatif, pantang meniru, dan menempatkan film sebagai karya seni bukan sekedar barang dagangan macam Hollywood. “Ideologi” mereka yaitu l’art pour l’art , seni untuk seni, tak peduli pakem-pakem yang sudah ada. Artinya bila ikut pakem, atau “buku pelajaran membuat film”, dus sama dengan yang lain-lain, maka mereka gagal berkarya seni.            Oleh sebab itu gaya film Prancis benar-benar “gila” dan bagi mereka yang sudah tercekoki gaya Hollywood, kiranya perlu mengkonsumsi pil ketahanan urat syaraf untuk dapat menonton film negeri ini sampai habis, dengan jaminan belum tentu faham apalagi menghargai nya. Pada umumnya film-film buatan Eropa daratan memang berbeda, istimewanya ya Prancis itu.            Pada tahun 1988-an sutradara Prancis yang cukup terkenal André Tessiné berkata di depan wartawan di Jakarta bahwa membuat film bukan membuat paper. Maksudnya tentu tidak harus mengikuti aturan-aturan, pakem-pakem y

Anak Betawi Kibarkan Bendera Pusaka

Judul                    : Abdul Latief Hendraningrat, Sang Pengibar Bendera Pusaka 17 Agustus 1945. Penulis                : Dr. Nidjo Sandjojo, M.Sc.                                     Penerbit              : PT Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2011 Jumlah halaman : x viii + 274 Ukuran buku        : 15 cm x 2 3 cm             Siapa yang tak pernah melihat foto pengerekan bendera pusaka Sang Saka Merah Putih saat proklamasi 17 Agustus 1945? Di sana ada pemuda berseragam PETA lengkap dengan samurainya mengerek bendera merah-putih jahitan Ibu Fatmawati itu. Gara-gara seragam tersebut musuh-musuh republik menyebut kemerdekaan Republik Indonesia hadiah Jepang. Padahal pemuda Komandan Kompi (Chudancho) I Jakarta Shu Tentara Pembela Tanah Air atau PETA itu adalah Abdul Latief Hendraningrat (15 Februari 1911 – 14 Maret 1983). Namanya seolah tertelan jaman, karena sifatnya yang rendah hati dan memegang ajaran Jawa sepi ing pamrih (tidak mengedepankan kepentingan p

Balasan anggota Damkar

Di sebuah kota kecil di Jerman, Frankenberg, para anggota Pemadam Kebakaran (Damkar) pada suatu waktu gemas karena warga enggan mengumpulkan uang guna membeli slang air yang baru. Para anggota pemadam itu lantas membuat pengumuman dan disiarkan dalam berbagai media lokal. Bunyinya: Kalau anda sekalian tidak mengumpulkan dana buat kami, maka kami akan mencari uang dengan mengadakan konser oleh kami sendiri. Warga “ketakutan” lantas buru-buru mengumpulkan dana, sebab mereka tahu betul bahwa para anggota pemadam kebakaran itu pemusik dan penyanyi yang sangat buruk, padahal orang kota itu sangat gemar menikmati musik klas tinggi.

Kunci Reformasi Ekonomi China

Judul buku         : Reformasi Ekonomi RRC era Deng Xiao Ping, pasar bebas dan kapitalisme dihidupkan lagi. Penulis              : Poltak Partogi Nainggolan Penerbit            : Pustaka Sinar Harapan , Jakarta, 1995 Volume              : 232 halaman Kita boleh terkagum-kagum pada kemajuan ekonomi Republik Rakyat China (RRC) yang begitu melejit, dalam kurun waktu yang hampir bersamaan dengan Indonesia ketika mulai membangun ekonomi. Sayangnya kita kini terpental-pental setelah diterjang tsunami krisis 1997 dan bertekuk lutut di depan International Monetary Fund (IMF). China kini dianggap mampu menggeser kekuatan Jepang menguasai ekonomi dunia, dan menjadi pesaing ekonomi, politik, keamanan tangguh dari Amerika Serikat. Buku tulisan Poltak Partogi Nainggolan ini berusaha menjelaskan bagaimana perjalanan pembangunan ekonomi RRC yang begitu mencengangkan dunia. Ini semua berangkat dari satu nama yaitu Deng Xiao Ping dianggap sebagai Bapak Reformasi RRC, yang

Mie Ayam Jl. Subang

Pak Sakimo setia melayani pelanggannya             Mie tentu saja berasal dari negeri China, dibawa oleh para hoakiauw ke Indonesia sejak berabad lalu. Kini mie malah sudah demikian melekat dalam kuliner lokal dan menjadi bagian dari hidup sehari-hari sebagian besar masyarakat, terutama di kota-kota besar tanah air. Salah satu jenis masakan mie yang terkenal adalah mie ayam, yaitu mie yang dimasak memakai air panas kemudian diaduk dengan minyak goreng, sawi hijau rebus, serta daging ayam berbumbu. Sering pula mereka menambahkan bakso serta pangsit, yaitu selembar terigu telur dengan daging cincang.            Para penggemar mie ayam memilih makanan ini sebab harganya relatif murah, mereka mendapatkan asupan karbohidrat dalam jumlah lumayan mengenyangkan, mendapatkan daging serta sayuran, di samping rasanya tentunya.           Orang-orang dari Wonogiri, Jateng, menjadikan mie ayam sebagai salah satu dagangan unggulannya di samping bakso. Dulunya, para pedagang mie ayam

Happy ending

          Setelah preview sebuah film selesai, penulis naskah film itu menanyai seorang penonton dengan penuh harap akan pujian, “Apakah Anda merasakan bahwa film itu akhirnya memiliki happy ending yang hebat?” Penonton menjawab acuh tak acuh: “Oh, ya, tentu saja kami semua bahagia setelah akhirnya film itu tamat”.

Orang Minang Turunan Iskandar Zulkarnain?

Oleh Adji Subela Judul    : Minangkabau – Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku Imam Bonjol Penulis            : Amir Sjarifoedin Tj.A. Editor            : Asril Esden dan M. Yadi Penerbit    : PT Gria Media, Jl. Pulogadung Raya No.15 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, Telepon (021) 4603973 Edisi            : Cetakan 1, 2012 Jumlah halaman    : xxvi + 551 Ukuran buku        : 15 x 22 cm     Membicarakan Minangkabau nampaknya bakal mengungkap banyak hal. Dan yang paling menarik tentunya klaim bahwa suku ini masih keturunan Iskandar Zulkarnain (Alexander the Great). Dari mana pun asal usulnya, suku ini menoreh banyak catatan penting di sejarah Indonesia. Suku perantau ini menyebar ke berbagai daerah dan negara. Diaspora mereka membawa serta kebudayaan Minang dan Indonesia pada umumnya. Banyak tokoh berbagai bidang yang mencatatkan namanya di forum nasional maupun internasional. Bahkan dalam survai CNN mengenai makanan terlezat, maka rendang, yang sering d

Kacamata Baca

Pasien           : Dok, setelah saa memakai kacamata ini apakah saya langsung membaca? Dokter mata  : Tentu, tentu saja Pasien             : Ini tentulah kacamata ajaib, sebab seumur hidup saya butahuruf

Perkawinan a la Hollywood

Hollywood adalah tempat terkenal di mana pada waktu pesta perkawinan, pengantin perempuan tetap memegang erat-erat karangan bunganya, kemudian melemparkan pengantin prianya jauh-jauh Hollywood juga menjadi tempat memanipulasi dongeng untuk kanak-kanak. Misalnya dongeng mengenai keluarga beruang, “Pada suatu masa ada tiga beruang, yaitu Papa Beruang, Mama Beruang dan anak beruang dari perkawinan Mama Beruang sebelumnya.......”

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Dosa Pers, Kapitalisme Global

Menyongsong Peringatan Hari Pers Nasional 9 Februari 2012 di Jambi Oleh Adji Subela Judul                   : Hiperrealitas dan Ruang Publik: Sebuah Analisis Cultural Studies Penulis               : Dr. Selu Margaretha Kushendrawati Penerbit             : penaku , Jakarta, Juli, 2011-12-11 Penyalur             : Wedatama Widya Sastra, Jl. M. Kahfi I, Gg. H. Tohir II No.46, Jagakarsa, Jakarta Selatan 12620 – Telp – 021 - 7865262 Jumlah halaman : xiii + 244 Ukuran buku        : 14 cm x 20 cm              Jaman berubah, filosofi berubah. Kegesitan jaman untuk lari ke depan membikin masyarakat terengah-engah, gamang, termasuk persnya. Maka jalan keluar yang gampang adalah larut pada arus, karena tak tahu apa yang harus dilakukan menghadapi masa depan yang tak menentu.              Pers, yang dulu menjadi agen perubahan, memegang tiga fungsi utama yaitu sebagai alat penerangan, hiburan, dan pendidikan, kini memasukkan fungsi baru yang be

Makanan Khas & Ekonomi Warga

Sate ayam Ponorogo (Bagian-2) Oleh Adji Subela Yang belum mendapatkan posisi Sate ayam Ambal, Kebumen. Seperti yang dapat Anda baca dalam situs ini beberapa waktu lalu , dari segi rasa sate ayam Ambal berpotensi untuk maju. Di Jakarta beberapa kali orang menawarkan sate ini tapi menemui kegagalan. Di Jalan Lapangan Roos, Tebet, Jakarta Selatan, dulu terdapat satu restoran khusus menawarkan sate Ambal. Tak bertahan lama. Demikian juga yang ada di Jalan Buncit Raya, disusul di Parung, Bogor. Persis seperti dikatakan Pak Kasman, generasi keempat pewaris satu Ambal, tanpa pengabdian dan kecintaan, hidup-mati dari dagangan itu, bisnis tidak bertahan lama. Sate Ayam Ponorogo. Sate ayam ini semula hanya berkembang di Ponorogo dan kota-kota lain di Jatim atau Jateng. Belum ada warung sate ayam Ponorogo yang berhasil menancapkan brand mereka. Ketika reog Ponorogo diklaim Malaysia, banyak yang memanfaatkan momentum itu untuk berjualan sate ayam g