Langsung ke konten utama

Minyak Srimpi




          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.
          Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.
          Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.
           Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk minyak wangi yang lebih “canggih” bermunculan, apalagi jenis wewangiannya berbeda, maka minyak wangi cap Srimpi mulai tertepikan. Pemakainya beralih ke kelompok masyarakat berpenghasilan lebih rendah, seperti para pesinden, dan sebagainya. Wanginya yang khas memberi cap yang spesifik.
            Kini di tengah persaingan minyak wangi produk asing serta edisi “palsunya” di kios-kios refill ternyata minyak wangi cap Srimpi produksi Ratu Liv, Solo, Jawa Tengah itu masih bertahan. Pasarnya sudah berbeda dibandingkan tahun 50-an dulu. Sekarang minyak wangi ini tidak menempati rak-rak toko besar, tapi lebih banyak ditemukan di kios-kios kembang, berdampingan dengan kemenyan, dupa, belerang, dan berbagai alat upacara tradisional lainnya.
           Selain di pasar tradisional, minyak ini dapat juga dijumpai di lapak penjual bunga di dekat pekuburan. Yang jelas, hingga tahun 2012 Abad ke-21 ini minyak legendaris cap Srimpi bertahan di pasarnya sendiri, membawa aroma kenangan romantisme pada masa dekade 50-an dahulu. Lagu-lagu keroncong dan lagu-lagu daerah ketika itu semarak saat Republik kita masih berusia remaja.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

WNI pionir TCM, antikanker

Pria asal Sukabumi, Jabar, itu berpenampilan sederhana, dan berpembawaan tenang. Tapi siapa menduga? Bahwa ia adalah pelopor sistem pengobatan gabungan antara tradisional China dan modern di Indonesia? Jauh sebelum sistem TCM  ( Traditional Chinese Medicine ) itu sendiri mulai populer di Tiongkok? Malahan sejumlah dokter asal Tiongkok yang berpraktik di Indonesia sekarang ini, justru pernah “magang” di kliniknya di Sukabumi. Selain itu si pria, yaitu Dr. (HC) Haji Mochammad Yusuf, juga menemukan formula obat antikanker serta tumor berbasis bahan-bahan obat tradisional China pada awal tahun 1990. Begitu banyak klinik pengobatan tradisional asal China yang kini beroperasi di Indonesia terutama di Jakarta. Namun banyak orang yang tidak tahu bahwa pembuat obat antikanker yang sering menjadi spesialisasi mereka, adalah justru orang Indonesia asal Sukabumi, Jawa Barat, tersebut. Obatnya banyak digunakan di berbagai rumahsakit di Tiongkok. Dia pun setiap bulan pergi k...

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun d...