Bendhe itu satu jenis
gong kecil, suaranya nyaring, keras, sehingga dipakai sebagai penarik
perhatian orang, misalnya di tempat pengumuman, rapat, atau untuk
mengumumkan sesuatu keliling kampung.
Pada era 50-an,
orang belum banyak mengenal loudspeaker
macam Toa atau Philips. Perangkat itu baru dikenal tahun 60-an, dan
seiring majunya industri transistor, maka orang pun memakai
loudspeaker
jinjing yang ringan-praktis.
Di kampung halaman
saya di Ponorogo, Jatim, tahun 50-an, orang sering menjumpai pria tua
yang berjalan ke mana-mana keliling kampung untuk menyiarkan “berita”
berupa lakon wayang yang bermain di alun-alun kota. Pria itu memakai
surjan lurik, kain dan blangkon gaya Yogyakarta. Ketika itu rombongan
wayang orang (WO) yang sering berkunjung adalah Ngesti Pandawa asal
Semarang serta belakangan WO Cipto Kawedar asal Kediri yang paling
sering menyambangi penggemarnya di Kota Reog.
Orang Ponorogo
ketika itu paling suka tontonan sehingga rombongan kesenian seperti
wayang orang, ketoprak, ludruk, dipastikan memperpanjang masa
tontonannya sangking banyak penontonya.
Dari kaki 2 ke kaki 4
Oleh karena
perangkat elektronik pengeras suara belum ada, jadi si pria tua itu
difungsikan sebagai agen promosi berkaki dua. Saya katakan agen
berkaki dua, sebab setelah itu digantikan tugasnya oleh makhluk
berkaki empat, yaitu delman kuda. Mereka
berkeliling kampung menyebar selebaran (flyers)
berisi promosi cerita malam nanti dan berikutnya.
Si pria itu setia
menjalankan tugasnya setiap hari, dan selalu tiba di depan rumah kami
sekitar pukul 17.00-an. Kami anak-anak kecil menjadi hafal dengan
kalimat-kalimatnya seperti:
“Tung-tung…mangga-mangga
mangké ndalu ringgit tiyang Cipto Kawedar lampahinpun Gatotkaca
Krama (Tung-tung, mari-mari nanti malam
wayang orang Cipto Kawedar lakonnya Perkawinan Gatotkaca).”
Pada kunjungan
rombongan tersebut berikutnya, si pria sudah tidak nampak. Mungkin
sudah meninggal dunia karena usia tuanya. Dia digantikan seorang
pemuda pengidap DS (down syndrome),
yang tak kalah rajinnya dengan pendahulunya. Pun kami hafal semua
yang diucapkannya:
“Hangga-hangga
hamé-hamé hateng hipto hawedar….”
Sebagai kanak-kanak kami suka mengganggunya. Tapi dia tetap
menjalankan tugasnya dengan tekun dan tabah. Setelah besar kami malu
sendiri pada dia. Kami tak mendengar kabarnya lagi, setelah tugasnya
digantikan delman membawa gambar dan pengeras suara bertenaga aki.
Setelah mobil Colt dari Mitsubishi menguasai pasar di era 60-an, maka
kendaraan itu dipakai berkeliling karena jangkauannya kian luas.
Kini para anak cucu
mendapatkan informasi mengenai tontonan dari internet, televisi, atau
setidak-tidaknya media cetak. Tukang bendhe sudah tak dikenal orang
lagi.
Komentar
Posting Komentar