Menyongsong
Peringatan Hari Pers Nasional 9 Februari 2012 di Jambi
Oleh
Adji Subela
Judul : Hiperrealitas
dan Ruang Publik: Sebuah Analisis Cultural Studies
Penulis :
Dr. Selu Margaretha Kushendrawati
Penerbit : penaku,
Jakarta, Juli, 2011-12-11
Penyalur : Wedatama Widya
Sastra, Jl. M. Kahfi I, Gg. H. Tohir II No.46, Jagakarsa, Jakarta
Selatan 12620 – Telp – 021 - 7865262
Jumlah
halaman : xiii + 244
Ukuran
buku : 14 cm x 20 cm
Jaman
berubah, filosofi berubah. Kegesitan jaman untuk lari ke depan
membikin masyarakat terengah-engah, gamang, termasuk persnya. Maka
jalan keluar
yang gampang adalah larut pada arus, karena tak tahu apa yang harus
dilakukan menghadapi masa depan yang tak menentu.
Pers,
yang dulu menjadi agen perubahan, memegang tiga fungsi utama yaitu
sebagai alat penerangan, hiburan, dan pendidikan, kini memasukkan
fungsi baru yang besar dan utama hingga menepikan tiga fungsi
terdahulu, yaitu sebagai agen iklan sepenuhnya dari perusahaan besar
atau berskala multi-nasional. Maka publik tak pernah lagi mendapatkan
informasi yang seimbang, obyektif, dan pro-publik seperti apa yang
menjadi kredo jurnalisme di masa lalu.
Balasan
itu semua adalah terjadinya perlawanan pasif publik yang a.l.
menghasilkan jasmine
revolution
di potongan utara benua Afrika, seperti Tunisia, Mesir dan Libya
baru-baru ini. Publik menemukan ruang lainnya, ruang publik lewat
internet misalnya. Kasus pembakaran diri Muhammad Bousisi, pedagang
kakilima (K-5) yang tergusur memicu perlawanan publik terhadap
pemerintah lewat jejaring sosial internet.
Publik
kini disuguhi satu realitas semu yang justru dipercaya sebagai yang
asli, lewat media massa. Terjadi simulasi yaitu proses imitasi tanpa
realitas asli, yang hasilnya justru lebih nyata dan menjadi tolok
ukur bagi yang nyata. Ekspansi modal kuat membikin media massa masih
eksis, dan sebaliknya kapitalisme tidak akan menjadi mengglobal tanpa
peranan media massa (Hlm. 45).
Buku
Hiperrealitas
dan Ruang Publik: Sebuah Analisis Cultural Studies
karya Dr. Selu
Margaretha Kushendrawati,
dosen program S1, S2, dan S3 di Univ. Indonesia serta sejumlah
perguruan tinggi lainnya ini, mengulas pandangan kritis-pesimistik
Jean Baudrillard, filsuf asal Prancis. Baudrillard yang sampai pada
kesimpulan bahwa pada akhirnya kita akan masuk ke tingkat catastrophe
yaitu kehancuran makna akibat implosi, ledakan ke arah pusat dan
penghancuran diri. (Hlm.235).
Publik
(terutama mereka yang pernah bersinggungan dengan pers) sudah lama
gregetan
pada media massa
tanah air, yang ternyata refleksi media massa dunia masa kini.
Berita pun sudah
dimasuki iklan terselubung, berita pun memakai kata-kata hiperbola,
bombastis, dan sangat sepihak tanpa konfirmasi dan kering referensi.
Jean
Baudrillard, seorang pengamat
asal Prancis, sangat
kritis terhadap globalisasi dan kapitalisme global. Di bagian akhir
buku penulis pun mengritisi Baudrillard yang
dianggap pesimistik. Namun
bagaimana
pun paparan
mengenai ide penulis Prancis itu memberi pengetahuan dan wawasan baru
dalam melihat hiruk-pikuk model pemberitaan media massa sekarang
ini.
Pembaca kritis akan dapat menempatkan dirinya kembali ke jalan yang
“benar”, tidak larut oleh hiruk-pikuk para “kapitalis global”.
Buku
ini penting dibaca oleh orang-orang yang pernah gelisah mengamati
perubahan media massa, khususnya di tanah air tercinta. Ini semacam
Kitab Pencerahan.
Komentar
Posting Komentar