Pria asal
Sukabumi, Jabar, itu berpenampilan sederhana, dan berpembawaan tenang. Tapi
siapa menduga? Bahwa ia adalah pelopor sistem pengobatan gabungan antara
tradisional China dan modern di Indonesia? Jauh sebelum sistem TCM (Traditional
Chinese Medicine) itu sendiri mulai populer di Tiongkok?
Malahan
sejumlah dokter asal Tiongkok yang berpraktik di Indonesia sekarang ini, justru
pernah “magang” di kliniknya di Sukabumi.
Selain itu si
pria, yaitu Dr. (HC) Haji Mochammad Yusuf, juga menemukan formula obat
antikanker serta tumor berbasis bahan-bahan obat tradisional China pada awal
tahun 1990.
Begitu banyak
klinik pengobatan tradisional asal China yang kini beroperasi di Indonesia
terutama di Jakarta. Namun banyak orang yang tidak tahu bahwa pembuat obat
antikanker yang sering menjadi spesialisasi mereka, adalah justru orang
Indonesia asal Sukabumi, Jawa Barat, tersebut. Obatnya banyak digunakan di
berbagai rumahsakit di Tiongkok. Dia pun setiap bulan pergi ke Guangdong,
Guangxi dan provinsi lainnya untuk berpraktik serta membuat ramuan obat
antikankernya.
Ruang perawatan VIP Klinik Citra Insani di Jl. Raya Selabintana, Sukabumi. Foto paling atas, Dr. (HC) Moch. Yusuf ketika memberi ceramah di Universitas Sun yat Sen |
Riwayat
penemuan ramuan obat itu penuh derita. Selain karena susah-payahnya membuat,
mencoba dan memproduksi, maka ketika hendak memintakan penganalisaan terhadap
obatnya ia menghadapi pengalaman menyakitkan.
Semula tak dilirik di negeri sendiri
Ironis. Sama
nasibnya dengan produksi lokal lainnya, temuannya yang sangat berharga itu tak
dilirik di dalam negeri pada awalnya. Ketika
Pak Yusuf berjuang agar obat kanker temuannya diakui dan dibuat secara massal
di negerinya, tak ada institusi yang mendukung. Maka Mochammad Yusuf, pria
kelahiran Bandung tahun 1942 dan dibesarkan Desa Parungkuda, Sukabumi, tersebut
harus pergi ke Guangzhou dan justru mendapatkan dukungan dari salah satu rumah
sakit kanker besar di Republik Rakyat China (RRC).
Rumah
Sakit Provinsi Guangdong, di Guangzhou, ibukota Provinsi Guangdong, memberi kesempatan
padanya untuk membuat obat antikanker yang terdiri dari 20 bahan pokok serta 200
bahan pendukung. Obat itu dicobakan pada 3.000 pasien dengan masa pengobatan
masing-masing selama 15 hari. Hasilnya membuat para dokter di negeri Tirai
Bambu itu terheran-heran sebab ternyata positif.
Ia
pun kemudian ditawari untuk bekerjasama dengan RS tersebut. M. Yusuf diberi
kesempatan menuntut ilmu sebagai dokter pengobatan tradisional China dan
menjadi dokter terbang. Setiap dua bulan ia ke Guangzhou untuk menjalankan
praktik di RS tersebut. Selain itu pria bershio Kuda tersebut juga diberi
kesempatan untuk membuat obat antikankernya di sana dan tetap memegang hak
patent atas obat tersebut.
Hanya
dia yang berwenang membuat obat tersebut, rahasia formulanya tetap dia pegang
hingga kini dan RS yang bersangkutan tetap menghormatinya.
Berangkat dari rasa kecewa
Dr.
(HC) Haji Mochammad Yusuf lahir dari keluarga sinshe turun-temurun. Ayahnya berpraktik di desa Parungkuda. Dari
sekian saudaranya hanya dia yang diberi ketrampilan itu sejak masih duduk di
sekolah dasar. Banyak buku serta resep kuno yang diturunkan ayahnya kepadanya.
Pada awal
dekade 80-an ketika ia menjadi akupunkturis di RS Islam Cibolang, Sukabumi, ia
mulai menggabungkan sistem pengobatan modern dengan sistem pengobatan
tradisional China. Ia menganggap dua sistem itu dapat digabungkan. Ternyata
memang bisa dan ia praktikkan terus. Pada awal tahun 90-an ia menemukan teknik
untuk mematikan sel-sel kanker dengan meramu berbagai bahan obat-obatan
tradisional China setelah belasan tahun mencobanya. Obat itu ternyata cukup
manjur.
Ia
sebelumnya menggali berbagai informasi dari sumber-sumber pengobatan
tradisional China. Bertumpuk-tumpuk buku ia baca guna mencari bahan pembunuh sel-sel
kanker. Salah satu buku peninggalan sinshe
di Tiongkok yang diterbitkan kira-kria 2.000 tahun SM, berisi keterangan
mengenai penyakit bisul yang menyebabkan penderitanya bisa mati. Setelah
dipraktikkan ternyata obat itu sudah tidak mempan lagi bagi manusia modern yang
memiliki ketahanan berbeda dengan manusia jaman itu. Pak Yusuf, begitu ia akrab
disapa, mencari terus formula antikanker sehingga terciptalah resep antikanker
yang membunuh sel-sel kanker secara langsung.
Dr. (HC) Mochammad Yusuf (no.2 dari kiri) tengah berpraktik di ruang radiasi di RS Militer Guanzhou, sedang diwawancarai wartawan TV lokal. |
Pak
Yusuf mencobakan ramuannya terhadap enam orang pasiennya. Semula hasilnya tidak
memuaskan. Formula itu dia perbaiki kembali dan dicobakan kepada 10 orang
pasiennya. Hasilnya, fifty-fifty, lima orang sembuh lima orang tidak. Pak Yusuf
pun menyempurnakan rumuannya kembali dengan menggabungkan beberapa unsur lain.
Dari 10 pasien yang diobati dengan formula barunya, 8 (delapan) orang sembuh.
Dua lainya tidak, karena sudah sangat terlambat berobat.
Gembira akan
hasil itu M. Yusuf kemudian mendatangi salah satu lembaga penelitian obat resmi
sambil membawa sample obatnya, agar
diketahui unsur-unsur kimiawinya. Itu terjadi di tahun 1990. Ternyata
prosedurnya tidak mudah. Ia harus menyerahkan satu kilo bahan obat tersebut
dengan biaya penelitian sebesar Rp.250.000,-. Kendati angka itu cukup berat
baginya, tapi ia turuti juga agar mendapatkan kepastian formulanya.
Sampai
pada waktu yang telah dijanjikan, M. Yusuf kecewa, karena sample obatnya dikatakan telah hilang. Dia diminta datang lagi
membawa sekilo obat yang sama. Dengan sabar ia turuti permintaan itu. Ternyata
hilang juga! Ia disuruh membawa lagi obat antikankernya. Selain kehilangan sample obat, M. Yusuf juga kehilangan kesabarannya.
Sebab, untuk membuat sekilo obat, biayanya sangat mahal karena sebagian besar
bahannya harus dia impor dari Tiongkok.
Data tak boleh diberikan
Selain
mengirim sampel obat ke lembaga ilmiah yang berada di Bogor, Pak Yusuf juga
mengirim ramuannya ke sebuah Fak. Farmasi sebuah universitas negeri yang
terkenal di Jakarta. Ia berharap, kali ini berhasil. Pada waktu yang telah
dijanjikan Pak Yusuf datang hendak meminta hasilnya.
Alangkah
kecewanya dia, sebab hasil analisis terhadap unsur-unsur ramuan itu tidak boleh
diberikan kepadanya, a.l. karena alasan ilmiah. Pria Sukabumi ini pulang ke
kotanya dengan penuh rasa sedih dan kecewa.
“Sayang
sekali, saya harus pergi ke Tiongkok. Sebenarnya saya berharap obat itu bisa
diakui dan diproduksi di dalam negeri agar kita mendapatkan nilai tambah,
misalnya mengekspornya,” kata pria yang berpembawaan tenang ini. “Yah, apa
bolah buat, saya sudah tidak ada biaya lagi, dan juga sudah kecewa sample obat saya dua kali dihilangkan
dan sekali tidak diberikan.”
Terpaksa ke Tiongkok
M.
Yusuf kemudian mendatangi Kedutaan Besar RRC di Jakarta minta informasi. Ia
disuruh datang ke RS Guangdong, karena sejak akhir dekade 80-an, secara
kebetulan rumah sakit ini juga mengembangkan teknik campuran antara pengobatan
tradisional China dengan ilmu kedokteran modern. Kalau dulu obat-obatan China
hanya dimakan atau untuk ditempel, maka bahan itu sudah dapat dimasukkan ke
pasien lewat suntikan, infus, dan ditelan. Obat-obatan itu pun sudah diolah
berupa puyer yang bisa dimasukkan ke dalam kapsul, bahan cair dalam kantung
infus atau ampul, tablet, dan lain-lainnya.
Setelah
obatnya terbukti mampu membunuh sel-sel kanker, M. Yusuf ditawari untuk belajar
menjadi “dokter” pengobatan tradisional China modern yang sekarang populer disebut
TCM tersebut. Ia harus ditest guna menentukan tingkat kemahirannya. Oleh karena
ia telah mendapatkan bimbingan dari ayahnya, ditambah pengalamannya sendiri
ketika menggabungkan dua cara pengobatan itu maka M. Yusuf hanya memerlukan dua
tahun untuk merampungkan pendidikannya.
Kemampuannya
sebagai dokter TCM diakui secara baik sehingga M. Yusuf ditawari untuk menjadi
dokter di RS itu juga. Kesempatan itu tidak disia-siakan sebab selain bekerja,
ia akan dapat menggali atau menyerap peerkembangan teknik baru.
Pembuatan
obat antikankernya juga diserahkan padanya. Bila stock sudah habis, ia dipanggil ke Guangzhou untuk membuatnya
kembali dalam volume yang besar.
“Indonesia sebenarnya bisa…”
Berkali-kali
ia menyesal kenapa orang-orang Indonesia kurang memperhatikan potensi alamnya
yang kaya. Banyak bahan yang bisa diproduksi atau didapatkan di sini.
“Sayangnya, kita tidak melirik potensi ini, dan tidak mengembangkannya,”
keluhnya.
Pak Kiki, ahli obat tradisional China sedang meramu obat antikanker di Klinik Citra Insani |
Diakuinya,
Tiongkok memiliki pengalaman ribuan tahun dalam pengobatan tradisional.
Beberapa teknik, seperti akupunktur, kini diakui di negara-negara Barat. Bahan-bahan
seperti tanaman (dengan berbagai bagiannya), bagian tubuh binatang, bahan
mineral, fosil, dll sudah memiliki standard mutu.
“Bahkan
bahan tanaman itu sering harus dipanen pada saat-saat yang khusus, misalnya ada
yang diambil saat puncak musim dingin,” tuturnya. Disebutkan berbagai tanaman
obat hanya boleh ditanam di daerah tertentu karena kondisi alamnya membuat kualitasnya
prima.
“Di
Indonesia masih belum ada data serinci itu, tapi bisa diusahakan asal
bersungguh-sungguh,” tambahnya.
Tetap ada efek sampingnya
M.
Yusuf menegaskan, adalah keliru jika orang menganggap obat-obatan tradisional
itu tidak menimbulkan efek samping. “Pada dasarnya segala jenis obat itu bersifat
racun, baik yang kimiawi maupun yang alami,” katanya. Oleh karena itu pembuatan
dan pemakaian obat tradisional tidak boleh sembarangan, harus dilakukan oleh
orang yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan yang dalam.
“Sebab
terkadang dua bahan yang nampaknya memiliki daya sembuh, kalau digabung malah
menjadi racun. Jadi harus berhati-hati,” imbuhnya.
Perlu pengalaman
Salah
satu kekhasan sistem pengobatan kankernya, adalah obat itu tidak sama antara
pasien satu dengan lainnya. Semuanya harus disesuaikan dengan kondisi pasien,
baik bawaan maupun akibat sakitnya. Selain itu, setiap bagian tubuh memerlukan
komposisi berbeda-beda. Misalnya bagian kepala, dada dan bawah. Itupun masih
dilihat lagi, bagian mana yang terkena kanker. Oleh karena itu, menurut M.
Yusuf, diperlukan pengalaman mendalam untuk memakai obat antikanker tersebut.
Tidak
heran kalau ia sering diundang memberi kuliah atau ceramah di berbagai
univesitas dan rumah sakti di Tiongkok serta beberapa di dalam negeri.
Sejak
tahun 1981 M. Yusuf mendirikan kliniknya sendiri, Citra Insani, yang berukuran kecil hingga akhirnya sekarang
memiliki lokasi yang cukup luas dan lengkap di Jalan Raya Selabintana No. 113, Sukabumi, Tlp (266) 221467 dan (266)
230414. Selain Traditional Chinese
Medicine (TCM) di klinik ini warga juga bisa mendatangi bagian pelayanan
kesehatan umum di mana ada beberapa orang dokter umum dan spesialis yang siap
melayani pasien.
“Ini
merupakan pelayanan kesehatan terpadu,” tuturnya.
Komentar
Posting Komentar