Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2011
Permohonan Maaf untuk Teman-teman Pembaca Perkenankan saya meminta maaf kepada teman-teman pembaca Blog ini yang setia, karena hampir selama setahun yaitu sejak bulan Mei 2010 yang lalu tidak ada posting baru. Hal ini disebabkan adanya kendala teknis yang saya alami. Mulai bulan Februari ini teman-teman sudah bisa mendapatkan kembali posting baru dari saya. Terimakasih. Selamat mengikuti.
Senyum Dikiiiiit – 12 Tukar kendaraan Seorang pemuda turun dari sepedanya yang reot lantas mendekati seorang cukong gendut yang baru turun pula dari mobil mewahnya. Pemuda : Tuan, apa mau tuan menukar mobil tuan dengan sepeda saya? Tentu saja cukong itu terkejut sambil mengamati si pemuda kurus ceking tak tahu diri itu. Cukong : Apa kamu kira saya sudah gila? Menukar mobil dengan sepeda reotmu? Pemuda : Yaa....siapa tahu saya beruntung hari ini.......
Cerpen Flamboyan di Kaki Bukit (Kris, selamat jalan!) Oleh Adji Subela Bunga flamboyan itu berseri-seri menyambut senja hari. Dari tepi jalan yang beraspal, dan melingkari bukit hijau, pohon-pohon yang kini sedang birahi itu nampak menghambur warna merah menyala-nyala di jauh di bawah sana, membakari hati yang terkena panah Dewa Cupido. Ketika angin senja mengembus pelan, daun-daun bunga itu terburai lalu jatuh melayang-layang menuruni bukit menuju lembah di bawah sana, entah di mana, dan sebagian lagi menebari pipa distribusi minyak mentah yang menghitam, meliuk-liuk kaku. Sinar matahari senja yang layu itu menguningi hijau pupus daun-daun flamboyan tadi dan menyoreti batang dahan dan pohonnya dengan arsir-arsir kuning emas kemilauan. Goresan-goresan van Gogh! Di belakang sana, jauh di angkasa, langit sudah mulai membeku, bagaikan kanvas raksasa biru gelap dengan tumpukan awan jingga di sana sini, seolah maha karya Monet melengkungi kanopi langit. Atau sebuah Raden Saleh Bustaman, ata
Buku Mutiara Hati Memoar Mayjen TNI (Purn) H. Barkah Tirtadidjaja) Bagian Kedua (lanjutan) Penulis: Adji Subela …………. Selama saya bertugas di Singapura itu, Pak Rasif tidak pernah ikut campur dengan urusan saya, dan membiarkannya berjalan sendiri. Akan tetapi dalam kaitan dengan tata hubungan luar negeri atau diplomatik, beliau selalu memberi bimbingan dan pengarahannya. Banyak sekali pelajaran yang saya dapat, begitu pula istri saya. Kucik mendapat bimbingan langsung dari Ibu Razif mengenai tata pergaulan internasional dan sebagainya, karena istri saya itu memang masih sangat muda waktu itu. Selain saya, tokoh yang juga dekat dengan beliau adalah Pak Soepardjo Rustam, yaitu ketika Pak Razif menjadi Dubes RI di Malaysia sedangkan Pak Pardjo sebagai Atase Militer seperti halnya saya dahulu. Bapak Mr. Muhammad Razif sekarang sudah meninggal dunia, akan tetapi dua orang putranya mengikuti jejak ayahandanya menjadi duta besar. Salah satu tugas saya di Singapura adalah melihat latihan-latih