Dia
bergelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA), satu tingkat kebangsawanan yang tidak
main-main dari Kraton Surakarta Hadiningrat, Jawa Tengah. Tapi jangan kaget,
ketika berbicara, gayanya ceplas-ceplos, terus terang, bersuara keras, berlainan
sekali dengan tipe umum orang Solo yang halus.
Tidak
mengherankan, dia memang orang Betawi asli kelahiran Cengkareng, 12 Februari
1930 (usia 83 tahun pada tahun 2013), yaitu Kanjeng Pangeran Aryo Kyai Haji
Doktorandus Nukman Muhasyim, pengasuh Pusat Pendidikan Islam Modern Al Huda,
Cengkareng, Jakarta Barat. Sifat bawaannya sebagai orang Betawi tentu seperti
digambarkan di atas, terus terang, tanpa tedeng aling-aling dan berani “pasang
badan” di depan bila kepentingan masyarakat terganggu. Jiwa jawara Betawi yang
pantang mundur ada dalam dirinya yaitu berani mengambil risiko dan mengambil
tanggung jawab. Bukan tipe pemimpin cengeng. Sungguh, jauh dari itu semua.
Sebagai
orang Cengkareng, ia menjadi saksi perkembangan daerah tersebut dan sekitarnya.
Dia gusar melihat salah satu daerahnya menjadi “sarang narkoba”, seperti
disebut-sebut dalam pemberitaan berbagai media massa. “Kalau bisa pindahkan
saja mereka itu dan jangan dibiarin hidup berkelompok, tapi dipisah-pisah biar
menyatu dengan masyarakat lain,” ujarnya dalam Milad (hari ulang tahun) dirinya
ke 83 di Aula Pusat Pendidikannya di Cengkareng, 15 Februari 2013 lalu. Ia
khawatir karena narkoba akan cepat menghancurkan kehidupan remaja dan bangsa
dalam waktu singkat.
Kyai
Muhasim tak lupa menyoroti perkembangan Provinsi DKI Jakarta di bawah pimpinan
“orang asal Solo” Joko Widodo dan wakilnya Basuki Cahaya Purnama (Ahok). Dalam
pandangannya, pemerintah jangan ragu-ragu bertindak tegas dan penuh keberanian
dalam melaksanakan konsep atau gagasannya, dengan menyampaikannya lebih dahulu kepada
DPRD.
Pimpinan
Pusat Pendidikan Al Huda yang pernah duduk di kursi DPRD DKI Jakarta periode
1971-1977 di masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin ini menyatakan setuju
dengan langkah Joko Widodo (Jokowi) jika Gubernur berorientasi pada kepentingan
masyarakat kecil, kelas menengah ke bawah, tanpa mengabaikan kepentingan
menengah ke atas. “Orang kecil sudah lama menderita, sudah letih menjadi kelas
melarat. Tiba giliran mereka bisa tertawa dan bercanda ria,” tulisnya dalam
buku memoir miladnya ke 83.
Jangan
berorientasi proyek dan duit
Konsolidasi
internal pemerintah harus selalu dilakukan dengan pengawasan ketat, tak boleh
ada karyawan Pemprov DKI yang berleha-leha dan selalu berorientasi pada proyek
dan duit. Untuk itu Pak Kyai Muhasyim mengajak warga Jakarta mendukung positif
kepemimpinan Gubernur Joko Widodo. Gubernur sudah sepatutnya mendengar suara
hati tiap warga kota yang tanpa direkayasa, suara yang tulus, ikhlas, dan apa
adanya.
Ia
meminta warga DKI Jakarta untuk lebih banyak taqorub kepada Allah SWT saling mengingatkan, saling menasihati
menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, hingga wilayah DKI Jakarta dijauhkan
dari segala bencana, berhasil menjadi kota aman dan sejahtera di bawah
kepemimpinan Gubernur Jokowi.
Namun
bila Pemprov DKI Jakarta melupakan tugasnya, maka Kyai Muhasyim dalam pidato
miladnya menyatakan sanggup memimpin warga ke rumah Gubernur biar malam-malam
pun.
Banjir dan
sampah di Jakarta
Mengamati
banjir di DKI Jakarta, Kyai Muhasyim tidak menafikan bahwa Provinsi Jabar punya
andil besar. Maka dia menyatakan setuju pembangunan waduk di Sungai Ciliwung,
guna mengurangi beban Bendung Katulampa, agar Jakarta teringankan beban
kebanjirannya. Waduk itu bisa dipakai juga untuk sarana pariwisata dan
pengembangan perikanan maupun pengairan pertanian, begitu jelasnya.
Kyai
Muhasim mendukung rencana pembangunan tembok besar di tepi laut agar dapat
menahan rob dari laut, namun menyatakan tidak setuju dengan saluran serba guna
atau deep tunnel rencana Jokowi.
Selain biayanya mahal, juga kalau pengendalian secara terpadu terwujud, saluran
itu tidak ada gunanya lagi.
Selain itu kontribusi masyarakat guna mengurangi
banjir antara lain dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, sangat besar.
Dia mengritik Pemprov DKI Jakarta yang dilihatnya belum mengolah sampah secara
maksimal mengelola sampah. Kyai MUhasyim memandang perlu Pemprov membentuk
“polisi sampah” guna mengawasi kebrsihan lingkungan. Mereka bisa direkrut dari
berbagai ormas seperti Forkabi, FBR, PP, dan sebagainya. Itu sekaligus untuk
memberi pekerjaan pada warga.
Setuju
ganjil-genap
Berbeda
dengan kebanyakan pengamat, pimpinan Al Huda, Cengkareng, itu mendukung penuh
ide Jokowi untuk menerapkan sistem nomer mobil ganjil-genap. Ia berpendapat
cara itu akan mengurangi beban kendaraan bermotor di jalan kurang lebih 50%.
Kalau ada yang “mengakali” sistem nomer ganjil-genap, dia harus diberi sanksi,
dihukum. Polisi harus tegas, bila sistem itu ditunjang Perda memadai.
“Pendek
kata, siapa juga yang jadi pemimpin Jakarta, kagak peduli dari mana datangnya,
asal mereka memperhatikan kepentingan warga, kudu didukung,” katanya dalam
pidato miladnya.
Komentar
Posting Komentar