Langsung ke konten utama

13 Hari tegang sekitar Suharto lengser





-          BAGIAN-10 – Hari ke-9, 19 Mei 1998: Makin panas

Aku masih ingat bagaimana Presiden Suharto membikin kompromi-kompromi untuk tidak mundur begitu saja, antara lain menawarkan perombakan kabinet dan sebagainya. Tapi nampaknya gayung tak bersambut. Dalam sebuah berita yang dilansir oleh stasiun TV asing yang tertangkap siarannya di Ratahan, Presiden Suharto dinyatakan tidak jadi dan tidak mau mengundurkan diri.
“Aduh, gawat nih,” kataku. Meskipun aku bukan orang politik, tapi ketika itu aku sudah merasa bahwa akan terjadi gelombang kekerasan lagi, yang mungkin saja lebih besar dari yang sebelumnya. Logikanya sederhana saja. Kalau ada dua kekuatan – yaitu Presiden Suharto serta penentangnya saling bersikukuh untuk bertahan maka clash pasti akan terjadi. Akan muncul benturan-benturan yang dahsyat yang aku sendiri tentu tak mampu untuk memperkirakannya.
Lalu terbayanglah olehku kepulan-kepulan asap, kobaran api serta gelombang massa liar yang mengobrak-abrik Jakarta, merusak, membakari dan membunuhi orang-orang tak bersalah.
Ya Tuhan jangan biarkan hal itu terjadi.
Masalahnya jika ada dua kekuatan bertumbuk maka yang menjadi korban tidak ada lain lagi kecuali rakyat yang tak berdosa. Para pemimpin di atas bertempur maka rakyatlah yang akan menjadi korbannya, compang-camping terkoyak oleh badai kekerasan. Jika ada dua gajah berkelahi maka pelanduk mati di tengahnya. Begitu kata peribahasa yang selalu diingatkan oleh para leluhur kita.
Terus terang hatiku gusar, sedih, dan jengkel melihat perkembangan terakhir itu.
Beberapa orang tokoh masyarakat, di antaranya para pemuka agama, berusaha untuk menghadap Presiden Suharto dan menasihati agar mundur supaya keadaan tidak bertambah buruk lagi. Sampai malam harinya aku belum mendapatkan informasi mengenai perkembangan politik yang baru.
Aku masih sempat berhubungan telepon dengan suamiku, tapi pembicaran berjalan sangat singkat. Kukira keadaan bertambah gawat.

(BERSAMBUNG – Bagian 11: Gagal membujuk ‘Babe’)
  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memaka...

WNI pionir TCM, antikanker

Pria asal Sukabumi, Jabar, itu berpenampilan sederhana, dan berpembawaan tenang. Tapi siapa menduga? Bahwa ia adalah pelopor sistem pengobatan gabungan antara tradisional China dan modern di Indonesia? Jauh sebelum sistem TCM  ( Traditional Chinese Medicine ) itu sendiri mulai populer di Tiongkok? Malahan sejumlah dokter asal Tiongkok yang berpraktik di Indonesia sekarang ini, justru pernah “magang” di kliniknya di Sukabumi. Selain itu si pria, yaitu Dr. (HC) Haji Mochammad Yusuf, juga menemukan formula obat antikanker serta tumor berbasis bahan-bahan obat tradisional China pada awal tahun 1990. Begitu banyak klinik pengobatan tradisional asal China yang kini beroperasi di Indonesia terutama di Jakarta. Namun banyak orang yang tidak tahu bahwa pembuat obat antikanker yang sering menjadi spesialisasi mereka, adalah justru orang Indonesia asal Sukabumi, Jawa Barat, tersebut. Obatnya banyak digunakan di berbagai rumahsakit di Tiongkok. Dia pun setiap bulan pergi k...

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun d...