-
BAGIAN-11 – Hari ke-10, 20 Mei 1998: Gagal bujuk ‘Babe’
Pada keesokan
harinya terjadi perkembangan yang menarik. Waktu itu kami berkumpul di ruang
tengah rumah di Ratahan guna menyaksikan perkembangan politik di Jakarta.
Terlihat dalam
tayangan TV bahwa sejumlah tokoh masyarakat seperti KH Abdurahman Wahid, Dr.
Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, dan lain-lainnya baru saja mengadakan
diskusi mengenai perkembangan terakhir di tanah air. Di lain bagian laporannya TV
menayangkan bagaimana aparat keamanan mulai memasang barikade kawat berduri
tajam di beberapa tempat.
Tokoh-tokoh
itu mengatakan bahwa Pak Harto masih nampak kukuh tidak mau bergeser dari
posisinya. Kudengar juga acara kumpul-kumpul di Monas yang semula digagas oleh
Dr. Amien Rais dibatalkan. Ia antara lain mengatakan tak perlu menambah korban
lagi hanya untuk menurunkan seorang kakek-kakek.
Mendengar itu
semua badanku merinding. Entah apa yang terjadi waktu itu, tapi ucapan Dr. Amien
Rais mengandung pernyataan samar-samar bahwa pengosentrasian demonstran di
Monas boleh jadi akan menjatuhkan korban selain mahasiswa Trisakti tempo hari.
Entahlah. Yang
jelas hatiku bertambah miris saja. Berita-berita lainnya sebelumnya mengatakan
para demonstran telah memasuki Gedung MPR/DPR tanpa dapat ditahan-tahan lagi.
Mereka menggugat Ketua MPR/DPR Harmoko untuk mendengarkan tuntutan rakyat dan
segera menentukan sikap.
Mereka
menuntut Sidang Umum Istimewa untuk meng-impeach
Presiden Suharto. Di layar kaca nampak mantan aktivis Angkatan 66 dan juga
salah seorang pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yaitu Dr. Adnan Buyung
Nasution berkata keras-keras kepada Harmoko untuk menyuarakan tuntutan rakyat
itu.
Sedangkan
suamiku, sedang ada di tengah pusaran politik yang santer tanpa jelas
juntrungannya. Tentu saja ia takkan terbuka padaku untuk hal-hal yang
sensitif tapi aku sudah merasakan
bagaimana repotnya posisinya di waktu itu.
Yang terlintas
dalam pikiranku waktu itu adalah yang penting semuanya selamat dan di bawah lindungan
Tuhan Yang Maha Kuasa. Dadaku berdebar-debar menunggu apa lagi yang akan
terjadi.
(BERSAMBUNG – Bagian 12: Presiden Suharto mundur!)
Komentar
Posting Komentar