Museum Sejarah Jakarta (tengah), menjelang senja |
Pertama di Asia Tenggara
Oleh Adji Subela
www.adjisubela.com
Seandainya Bang Ali masih ada, ia
tentu bangga melihat Museum Sejarah Jakarta (sering disebut pula Museum
Fatahillah), Taman Fatahillah serta lingkungannya di Kota Lama Jakarta. Daerah ini sangat hidup siang maupun malam, kian banyak
kelompok pencinta sejarah dan museum yang meramaikan daerah peninggalan VOC
tersebut. Yang lebih membanggakan, mereka kebanyakan dari generasi muda.
Tak hanya itu. Para wisatawan asing
sering tidak melewatkan kesempatan mengunjungi Museum Sejarah Jakarta (MSJ) dan
sekitarnya hingga ke Pasar Ikan dengan Museum Baharinya. Kelihatannya wisatawan
mancanegara (wisman) menjadikan kunjungan ke Kota Lama sebagai keharusan,
selagi minat ke obyek wisata lainnya di ibukota sekarang terasa berkurang. Wisatawan
domestik dari luar kota banyak yang mengunjungi obyek wisata sejarah ini pula,
memakai bus-bus, terutama sekali pada saat liburan.
Gagasan Bang Ali
Anggota Kantor Pemugaran Jakarta Kota (1972).(Foto Ir. Indro K) |
Itu semua merupakan buah manis dari gagasan
Gubernur DKI Jakarta Letjen (Mar) Ali Sadikin yang menjabat dari 1966 hingga
1977. Gubernur yang terkenal cerdas, sigap, berani, dan memiliki visi ke depan
yang jauh ini mendapatkan idenya ketika masih menjadi Menteri Perhubungan
berpangkat Brigadir Jenderal di tahun 1964. Ia mengunjungi Warsawa, Polandia,
Belanda dan Amerika Serikat. Di negeri-negeri itu ia terkesan dengan kepiawaian
orang sana dalam melestarikan benda-benda cagar budaya (BCB).
Di Warsawa ia terkesan saat mendapat penjelasan bahwa kota itu
hampir seluruhnya dibangun kembali sesuai aslinya setelah habis dibombardir
selama PD II. Selain menyangkut masalah sejarah, ternyata juga menarik
wisatawan mancanegara.
Di AS ia pun terkesan dengan kota Wlliamsburg yang dibangun
kembali pada awal Abad Ke-20 lalu.
Ketika dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 28 April 1966
oleh Presiden Sukarno, Bang Ali mendapat tugas berat. Ia dipilih oleh Presiden
I RI itu karena berlatarbelakang TNI AL yang menguasai masalah kelautan
sehingga cocok untuk Jakarta yang kota pelabuhan. Selain itu Ali Sadikin dinilai
memiliki sifat een beetje koppigheid alias sedikit keras kepala.
Taman Fatahillah di waktu malam |
Bang Ali ditugasi untuk mendandani Jakarta sehingga pantas
sebagai ibukota Indonesia. Jakarta harus punya penampilan fisik yang waardig (berharga), perintah Bung Karno.
Orang tidak hanya hidup dari roti, tapi juga perlu punya kebanggaan nasional.
Setelah menjabat beberapa waktu Bang Ali menemukan, para
wisatawan asing menjadikan Jakarta sekedar tempat melintas, tak mau menginap,
sebab mereka memilih langsung ke Jawa Tengah, Yogyakarta atau Bali yang
memiliki atraksi budaya lebih banyak.
Jakarta harus memiliki daerah yang menarik wisman karena tak
punya candi, tak punya keraton. Oleh karena itu Bang Ali berniat membangun
daerah penarik wisatawan asing (terutama) hingga mereka mau tinggal lama di
Jakarta. Dengan demikian, ibukota dapat menerima uang lebih banyak dari
pelancong itu.
Pucuk di cita ulam tiba
Tengah berbatik coklat, mantan Kepala Pemugaran, Ir. WP Zhong (almarhum), kirinyaa berbaju biru mantan staf Pemugaran Ir. Indro Kusumowardono, ketika berada di teras Museum Sejarah Jakarta awal2011 |
Pada pertengahan tahun 1969, ada
seorang pakar keramik dan kerajinan dari United Nations Development Programme
(UNDP) yang bekerja untuk Dep. Perindustrian guna mengembangkan kerajinan a.l.
di Toserba Sarinah, namanya Sergio Dello Strologo. Pria Amerika kelahiran
Italia ini memiliki pengalaman memugar Devon House di Jamaica. Ia terkejut
setelah diantar seorang stafnya yaitu Soedarmadji Jean Henry (Adji) Damais,
bahwa Jakarta memiliki gedung-gedung peninggalan VOC yang masih utuh, demikian
juga lingkungannya.
Ia mengajukan proposal kepada Bang
Ali secara komplet untuk memugar wilayah itu sehingga dapat menjadi obyek
wisata untuk Jakarta. Bang Ali yang memang memiliki niat untuk itu sejak lama,
langsung menyetujui rencana orang UNDP tersebut seketika itu juga. Banyak
stafnya yang terkaget-kaget. Gubernur Jakarta itu minta pemugaran harus selesai
April 1974 (dua tahun) bertepatan dengan konperensi PATA di Jakarta.
Tugas berat itu selesai dalam tempo
dua tahun setelah melalui masa persiapan selama setahun lebih, dan pesta
penyambutan peserta PATA diadakan di Museum Sejarah Jakarta sekarang ini.
Komentar
Posting Komentar