Langsung ke konten utama

Artikel - 13


Jangan kotori Museum Sejarah Jakarta dan lingkungannya!

Oleh Adji Subela

Pernah masuk ke Museum Sejarah Jakarta (MSJ) belakangan hari ini? Di salah satu pintu belakang di sisi timur, terlihat coret-moret grafiti tangan-tangan jahil yang benar-benar mengotori pemandangan.

Bayangkan, satu gedung yang sudah berusia 400 tahun lebih memendam sejarah perjalanan kota Jakarta yang dulu di jaman penjajahan Belanda bernama Batavia itu, tiba-tiba dicorengi wajahnya oleh “vandalis” di Abad ke-21.

He! Generasi muda masa kini! Tak tahukah engkau bahwa gedung ini dipugar oleh Gubernur Ali Sadikin tahun 1972 dan baru selesai 30 Maret 1974? Dengan biaya yang begitu mahal dan memakan waktu, tenaga, serta pikiran begitu banyak?

Tak tahukah engkau betapa sulitnya memugar bangunan yang bersejarah itu agar sesuai dengan aslinya?

Tak kurang dari Rp.155,6 juta biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta waktu itu untuk memugar gedung yang dulunya disebut sebagai Stadhuis atau Balaikota. Kala itu biaya sekian itu luar biasa besar, yang diambil dari pajak warga Jakarta.

Sebelum dipugar, gedung MSJ ditempati Kodim 0503 Jakarta Barat, dan di halaman belakangnya dihuni puluhan keluarga. Mereka harus dipindahkan, dan diberikan tempat penampungannya yang baru. Sulit bukan?

Gubernur Ali Sadikin yang memegang tampuk pimpinan Jakarta antara tahun 1966 hingga 1977 memiliki wawasan yang jauh mengenai gedung Stadhuis dan lingkungan Jakarta Lama.

Berbeda dengan Jawa Tengah yang memiliki candi-candi dan peninggalan budaya lainnya, Jakarta tidak punya. Kota ini hanya mempunyai gedung-gedung tua. Jadi Bang Ali akan memanfaatkan wilayah Jakarta Lama untuk menjadi ikon pariwisata ibukota.

Gubernur Ali Sadikin: “Kerjakan mulai besok”

Pucuk di cita ulam tiba. Tahun 1969 seorang ahli keramik yang bekerja di Indonesia di bawah bendera UNDP (United Nations Development Program) terpesona oleh “kecantikan” Jakarta Lama dan gedung Stadhuis sebagai episentrumnya. Semula ia tak mengira ada wilayah yang indah seperti itu di Jakarta. Pria warganegara AS berdarah Italia itu bernama Sergio Dello Strologo. Ia memang baru setahun bekerja di Indonesia. Oleh asistennya, Soedarmadji (Adji) Damais, orang itu diajak melihat-lihat Jakarta Lama. Ahli keramik tersebut mengajukan ide pemugaran wilayah Jakarta Lama, sebab dirinya pernah terlibat dalam pekerjaan pemugaran sebuah gedung di Jamaika.

Ide itu disokong sejumlah tokoh seperti Ir. Ciputra, Ny. Tuty Heraty Rooseno, Ir. Wastu Pragantha Zhong. Ir Ciputra yang menghubungi Bang Ali mengenai ide tersebut. Beberapa hari kemudian Sergio mengadakan pemaparan di depan Gubernur Ali Sadikin.

Di tengah ketegangan apakah ide itu diterima, tiba-tiba Bang Ali memberi perintah: “Oke Anda kerjakan mulai besok”. Semuanya terkejut kenapa Bang Ali begitu cepat menerima ide itu dan minta segera bekerja. Almarhum memang memiliki visi jauh mengenai pariwisata Jakarta dan menjadikan wilayah Jakarta Lama sebagai ikon penting.

Maka pekerjaan pemugaran pun dimulai, dan menemui banyak sekali hambatan baik dari bidang sejarah/arkeologi, faktor teknis, sosial-kemasyarakatan, dll. Begitu sulit pemugaran dilakukan, begitu banyak waktu dan biaya yang dikeluarkan sehingga akhirnya Musem Sejarah Jakarta sebagai awal pemugaran wilayah Jakarta Lama jadi.

Banyak kisah menarik mengenai pemugaran wilayah itu yang akan dimuat beberapa kali di Blog www.belazipper.blogspot.com. ini. Ikuti terus!

Foto oleh Ir. Indro Kusumowardono

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima