Stasiun
KA menjadi tempat pertemuan berbagai macam perangai manusia. Di akhir
era 1920-an, satu stasiun KA di kota Paris menjadi tempat pertemuan
ego manusia dengan latar belakang Perang Dunia I yang kejam,
merenggut nyawa maupun harga diri warga.
Di
situ ada bekas pesulap yang juga bintang film bisu sekaligus produser
yang akibat perang menjadi penjual mainan bekas, Tuan Georges Méliés.
Lalu ada pengawas stasiun yang sulit bergaul karena cedera kaki
permanen di mana kaki palsu besinya tak berfungsi baik, dan harus
selalu diberi pelumas. Di situ ada pria tua Monsieur Labisse yang
misterius.
Mereka
terangkai menjadi satu ketika Hugo Cabret (diperankan Asa
Bitterfield) seorang “tikus stasiun”, “pencuri cilik”
menemukan robot yang disimpan mendiang ayahnya (diperankan aktor yang
mulai laris, Jude Law). Robot ini diselamatkan sang ayah di antara
rongsokan museum. Hugo penasaran dan ingin menghidupkan robot
tersebut. Berkat pelajaran dari ayahnya yang ahli jam, dia pintar
dalam soal utak-atik mesin mekanik otomatik.
Guna
mendapatkan suku cadang dia harus mencuri dari berbagai tempat
termasuk toko Tuan Georges Méliés (Ben Kingsley). Ia ketahuan
menyimpan buku skema robot yang membuat Méliés naik pitam lalu
merampasnya tanpa alasan jelas. Hugo sedih dan anak perempuan Méliés
yaitu Isabelle (Chloe Grace Moretz) menolongnya. Cewek ini ternyata
menyimpan kunci robot. Keduanya menemukan bahwa robot dapat berjalan
dan mampu menggambar salah satu adegan film dari novel Jules Verne,
yaitu Voyage
to the Moon.
Di
rumah Georges keduanya menemukan tas berisi penuh dengan ilustrasi
film termasuk yang digambar si robot. Georges Méliés
amat murka dan depresi. Ternyata Méliés dulunya adalah aktor dan
pembuat film ternama Prancis. Ia memiliki robot yang kemudian
sebagian suku cadangnya ia ambil untuk membuat kamera film yang
gagal. Kedua anak itu kemudian menyusuri seluk beluk film Prancis
sejak masa Lumiére bersaudara. Di sana mereka bertemu René Tabard
(Michael Stuhlberg) yang masih menyimpan film-film karya Georges
Méliés yang dibakar selama perang dan membuatnya patah arang
meninggalkan dunia perfilman. Georges bahagia menemukan kembali copy
filmnya.
Diinspirasi
kisah
nyata
Cerita
film ini merupakan dramatisasi atas secarik
kisah hidup seniman film Prancis, Georges Méliés, yang menghasilkan
banyak film bagus. Di jaman film bisu ia memelopori munculnya kisah
dalam film, dan memakai berbagai macam efek yang fantastik di kala
itu. Beberapa filmnya yang terkenal a.l. Jean
d’Arc, Le Château Hante, Les Adventures de Baron von Mûnchhausen
dan
ratusan lainnya yang ternyata berhasil menarik minat publik AS juga.
Ia penerus Lumiére bersaudara pelopor film Prancis, membuat film
pertamanya tahun 1897. Sayangnya film-film pada masa itu dijual lepas
ke pemilik bioskop yang semaunya meng-copy film itu dan
mengedarkannya sendiri, tanpa memberi royalti pada Méliés.
Méliés
dalam kenyataannya kemudian hidup melarat dan menjadi penjual koran
eceran di salah satu stasiun KA di Paris. Ia ditemukan mati tahun
1938 di rumah penampungan orang miskin.
Sederhana
Cerita
yang diangkat dari novel karya Brian Selznik dengan judul The
Invention of Hugo Cabret
ini sebetulnya tidak terlalu rumit, tapi penulis skenario (John
Logan) menyimpan latar belakang cerita di belakang sehingga menjadi
misteri. Penonton dibuat penasaran akan kelanjutan tiap adegannya.
Akting
para aktor cilik juga sederhana, belum matang betul. Akan tetapi film
ini menampilkan tiga bintang hebat yaitu Ben Kingsley yang pernah
mendapatkan Oscar sebagai Pemeran Pria Terbaik dalam Gandhi.
Kemudian ada Jude Law yang main di berbagai film thriller
serta bintang “seram” yang berhasil berperan sebagai Dracula
dalam film-film produksi Hammer Film, Inggris, yaitu Christopher Lee
sebagai Labisse.
Gambar
indah
Terlepas
dari permainan yang belum matang para
bintang cilik, gambar film Hugo amat bagus di bawah arahan Robert
Richardson, serta efek visual oleh Rob Legato. Dengan teknik visual
komputer serta teknik matte
gambar sangat indah dengan pergerakan kamera, track, dolly yang halus
dan sulit dibayangkan oleh kamerawan jaman dulu. Establishing
shot yaitu dari pandangan udara (aerial
view)
kota Paris dengan Menara Eiffel dan Triomph d’Arc yang terkenal,
kamera follow
dolly
halus dan pelan ke dalam stasiun KA hingga menerobos para
penumpangnya. Gambarnya luar biasa di antara gambar dalam adegan lain
yang fantastik sehingga pantas menang Oscar untuk sinematografi
terbaik. Demikian pula editing suaranya amat baik.
Dalam
ajang perebutan Oscar awal Februari lalu film
Hugo arahan sutradara top Martin Scorsese dinominasikan untuk film
terbaik tapi kalah oleh The
Artist
karena kalah unik dan ”gila”. Hugo juga dijagokan di bidang
sutradara, skenario adaptasi, pengarah seni, sinematografi, mixing
suara, musik, kostum, editing film, dan visual efek terbaik.
Piala
Oscar yang didapat
Akhirnya
Hugo mendapatkan Piala Oscar untuk Best
Art Director
(Dante Ferretti dan Francessa Lo Schiavo), sinematografi
terbaik (Robert Richardson), editing
suara terbaik
( (Philip Stockson dan Eugene Gearty), dan visual
efek terbaik
(Rob Legato, Joss Williams, Ben Grossman, dan Alex Henning).
Komentar
Posting Komentar