Bang Ali (tengah) sedang inspeksi pemugaran didampingi Kepala Kantor Pemugaran Jakarta Kota Ir. W.P. Zhong (kanan kemeja putih berkacamata). (Foto W.P. Zhong) |
- Pemugaran meliputi tiga gedung dan kawasan Kota Lama
- Pemugaran kota pertama di Asia Tenggara
Oleh
Adji Subela
Seandainya
Bang Ali masih ada, ia tentu bangga melihat Museum Sejarah Jakarta
(sering disebut pula Museum Fatahillah), Taman Fatahillah serta
lingkungannya di Kota Lama Jakarta. Daerah ini sangat hidup siang
maupun malam, kian banyak kelompok pencinta sejarah dan museum yang
meramaikan daerah peninggalan VOC tersebut. Yang lebih membanggakan,
mereka kebanyakan dari generasi muda.
Tak
hanya itu. Para wisatawan asing sering tidak melewatkan kesempatan
mengunjungi Museum Sejarah Jakarta (MSJ) dan sekitarnya hingga ke
Pasar Ikan dengan Museum Baharinya. Kelihatannya wisatawan
mancanegara (wisman) menjadikan kunjungan ke Kota Lama sebagai
keharusan, selagi minat mereka
ke obyek wisata
lainnya di ibukota sekarang terasa berkurang. Wisatawan domestik dari
luar kota banyak yang mengunjungi obyek wisata sejarah ini pula,
memakai bus-bus, terutama sekali pada saat liburan.
Maka
tujuan Bang Ali untuk memugar kawasan itu k.l. 40 tahun lalu untuk
menarik wisatawan terbukti.
Bukan hanya itu. Pemugaran Kota Lama Jakarta itu menjadi pemugaran
pertama satu kawasan kota di Asia Tenggara. Singapura dan Malaysia
belajar banyak dari pengalaman Jakarta waktu itu.
Gagasan
Bang Ali
Banyak
orang tidak tahu bagaimana pemugaran Museum Sejarah Jakarta (MSJ)
atau Museum Fatahillah ini dilaksanakan. Pemugaran yang meliputi
gedung MSJ, dulunya Balaikota VOC (Stadhuis),
gedung Museum Seni (dulu gedung Pengadilan, Raad
van Justitie
dan Kantor Walikota Jakarta Barat), gedung Museum Wayang (dulu Museum
Jakarta yang lama) serta lingkungan Kota lama Jakarta,harus selesai
dua tahun.
Museum Fatahillah ketika masih menjadi Markas Kodim 0503 Jakarta Barat (Foto: Ir. Robby Djojoseputro) |
Kantor
Pemugaran Jakarta dengan segala daya upaya dan kerja kerasnya
berhasil menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Apa yang kita lihat
sekarang merupakan keringat dan daya upaya para pejabat DKI yang
berkaitan, tim pemugaran dan Gubernur Ali Sadikin.
Itu
semua merupakan buah manis dari gagasan Gubernur DKI Jakarta Letjen
(Mar) Ali Sadikin yang menjabat dari 1966 hingga 1977. Gubernur yang
terkenal cerdas, sigap, berani,
bertanggung jawab
dan memiliki visi ke depan yang jauh ini mendapatkan idenya ketika
masih menjadi Menteri Perhubungan berpangkat Brigadir Jenderal di
tahun 1964. Ia mengunjungi Warsawa, Polandia, Belanda dan Amerika
Serikat. Di negeri-negeri itu ia terkesan dengan kepiawaian orang
sana dalam melestarikan benda-benda cagar budaya (BCB).
Di
Warsawa,
Polandia, ia
terkesan saat mendapat penjelasan bahwa kota itu hampir seluruhnya
dibangun kembali sesuai aslinya setelah habis dibombardir selama PD
II. Selain menyangkut masalah sejarah, ternyata juga menarik
wisatawan mancanegara.
Di
AS ia pun terkesan dengan kota Wlliamsburg yang dibangun kembali
seluruhnya
pada awal Abad
Ke-20 lalu.
Ketika
dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 28 April 1966 oleh
Presiden Sukarno, Bang Ali mendapat tugas berat. Ia dipilih oleh
Presiden I RI itu karena berlatarbelakang TNI AL yang menguasai
masalah kelautan sehingga cocok untuk Jakarta yang kota pelabuhan.
Selain itu Ali Sadikin dinilai memiliki sifat een
beetje koppigheid
alias sedikit keras
kepala.
Bang
Ali ditugasi untuk mendandani Jakarta sehingga pantas sebagai ibukota
Indonesia. Jakarta harus punya penampilan fisik yang waardig
(berharga), perintah Bung Karno. Orang tidak hanya hidup dari roti,
tapi juga perlu punya kebanggaan nasional.
Setelah
menjabat beberapa waktu Bang Ali menemukan, para wisatawan asing
menjadikan Jakarta sekedar tempat melintas, tak mau menginap, sebab
mereka memilih langsung ke Jawa Tengah, Yogyakarta atau Bali yang
memiliki atraksi budaya lebih banyak.
Jakarta
harus memiliki daerah yang menarik wisman karena tak punya candi, tak
punya keraton. Oleh karena itu Bang Ali berniat membangun daerah
penarik wisatawan asing (terutama) hingga mereka mau tinggal lama di
Jakarta. Dengan demikian, ibukota dapat menerima uang lebih banyak
dari pelancong itu.
Pucuk
di cita ulam tiba
Pada
pertengahan tahun 1969, ada seorang pakar keramik dan kerajinan dari
United Nations Development Programme (UNDP) yang bekerja untuk Dep.
Perindustrian guna mengembangkan kerajinan a.l. di Toserba Sarinah,
namanya Sergio Dello Strologo. Pria Amerika kelahiran Italia ini
memiliki pengalaman memugar Devon House di Jamaica. Ia terkejut
setelah diantar seorang stafnya yaitu Soedarmadji Jean Henry (Adji)
Damais, bahwa Jakarta memiliki gedung-gedung peninggalan VOC yang
masih utuh, demikian juga lingkungannya.
Musem Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah) selesai dipugar 1974 dan menanti diresmikan Bang Ali dan menerima tamu PATA. (Foto: Ir. Indro Kusumowardono) |
Ia
mengajukan proposal kepada Bang Ali secara komplet untuk memugar
wilayah itu sehingga dapat menjadi obyek wisata untuk Jakarta. Bang
Ali yang memang memiliki niat untuk itu sejak lama, langsung
menyetujui rencana orang UNDP tersebut seketika itu juga. Banyak
stafnya yang terkaget-kaget,
kenapa Bang Ali begitu cepat mengambil keputusan..
Gubernur Jakarta itu minta pemugaran harus selesai April 1974
bertepatan dengan konperensi PATA di Jakarta.
Tugas
berat itu selesai dalam tempo dua tahun setelah melalui masa
persiapan selama dua
tahun lebih, dan
pesta penyambutan peserta PATA diadakan di Museum Sejarah Jakarta
sekarang ini.
Komentar
Posting Komentar