Kepala Balai Konservasi Drs. Chandrian dan potongan rel trem |
Oleh Adji Subela
Perusahaan
Kereta Api, PT KAI, pernah mengadakan razia terhadap penumpang yang naik ke
atap gerbong. Tentu saja atap gerbong bukan tempat penumpang, sebab sangat
berbahaya, berhubung dekat dengan kabel bermuatan listrik ribuan volt. Sudah
banyak orang yang melayang nyawanya baik kesetrum maupun jatuh. Akan tetapi
penumpang nekad naik ke atap pada jam-jam sibuk sebab jumlah gerbong keretanya
sendiri kurang.
Menurut
Corporate Secretary PT KRL Commuter Jabodetabek (PT KCJ) Makmur Syaheran, tiap
tahun kenaikan penumpang KRL se Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
mencapai 15 hingga 20%(Media Indonesia
19/5/11). Pemerintah minta PT KCJ mampu mengangkut 1,9 juta penumpang tiap hari
hingga pada tahun 2019. Untuk itu diperlukan 1.440 gerbong tambahan, plus
minimal 500 megawatt tenaga listrik. Sekarang ini PT KCJ hanya memiliki 386
gerbong layak pakai 60 sudah tua. Di samping itu guna mengimbangi frekuensi
lalulintas rangkaian KA, perlu ada penambahan terowongan dan jalan layang guna
memperlancar jalannya KA maupun pengguna angkutan darat lainnya.
Riwayat
panjang trem di Jakarta
- Di tahun 60-an kereta listrik yang kita kenal sekarang ini disebut trem dan beroperasi terutama di dalam kota Jakarta saja. Pada awalnya seseorang bernama J. Babut de Mares tanggal 15 Desember 1860 mengajukan gagasan kepada pemerintah Belanda untuk membangun jaringan trem di kota Batavia atau Jakarta sekarang.
- Pemerintah Belanda kemudian menyerahkan pembangunan jaringan rel trem Batavia kepada perusahaan Dumbler & Co dan dimulai pada 10 Agustus 1867, jadi tujuh tahun setelah usulan de Mares. Jaringan ini rampung tanggal 20 April 1869, dan segera trem dioperasikan.
Jangan dikira trem
masa itu sudah canggih, sebab tenaga listrik belum tersedia. Akibatnya trem
ditarik kuda tiga ekor. Jalur yang dijalani mulai dari Amsterdamport di Jakarta
Kota sekarang ini hingga ke Nieuwport, Molenvliet (Jl. Gajah Mada), dan
berakhir di Harmonie.
- Oleh karena didorong oleh kebutuhan penumpangnya yang semakin banyak maka jaringan baru trem dari Harmoni hingga ke Tanah Abang dibuka tanggal 6 Juni 1869 dan dibuka rute baru dari Balong Risjwijk (Jalan Juanda sekarang) menuju ke Kramat dan berakhir di Jatinegara.
- Trem bertenaga uap pertama mulai digunakan di Batavia pada tahun 1883. Trem ini menjalani rute dari stasiun Beos (letaknya kira-kira di belakang Museum Sejarah Jakarta sekarang hingga ke Molenvliet, Harmonie, Waterloplein (Lapangan Banteng), terus ke Senen, Kramat, berakhir di Jatinegara. Pada tahun 1887 trem berkuda resmi berhenti beroperasi.
- Setelah era mesin uap itu, maka datanglah masanya trem menggunakan tenaga listrik di Batavia. Itu terjadi pada tahun 1897 melayani empat rute yaitu Menteng, Kramat, Senen, Gunung Sahari serta Beos.
- Masa kejayaan trem listrik yang berjasa mengangkut penumpang mondar-mandir di Jakarta itu berhenti tahun 1960 ketika pemerintah daerah Jakarta mengakhiri operasinya karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kota.
Jalur
rel trem ini pernah membelah halaman Taman Fatahillah di sisi barat menuju ke
Amsterdamport di utara. Tahun 1985
diadakan penggalian di tempat mana diperkirakan rel itu pernah ada. Rel itu
masih ditemukan tertanam kira-kira 60 cm dari permukaan tanah. Setelah
terbukti, maka ditutup kembali. Namun beberapa potongan dari bagian lain
Jakarta Kota sering ditemukan dan disimpan di Balai Konservasi.
Itulah riwayat trem
di Batavia atau Jakarta. Tentu saja penumpang di atap trem kala itu tidak ada
sebab jumlah gerbong tercukupi dan petugas penegak hukum tegas.
Komentar
Posting Komentar