Langsung ke konten utama

Bu Yanti 11 Tahun Jadi Sopir Bis Malam

Oleh Adji Subela


Bu Yanti sedang bertugas. Tenang, tapi tegas.
- Demi tiga putranya

            Badan pengemudi bis malam jurusan Wonogiri-Jakarta itu tegap dan suaranya mantap, tegas. Sudah 11 tahun ia menjelajahi rute itu. Tanpa lelah dan nyaris tanpa istirahat pula. Dia termasuk pengemudi yang rajin. Bahkan selama musim mudik Lebaran Iedul Fitri, di mana beban penumpang mencapai puncaknya, ia jadi andalan Perusahaan Otobis Gajah Mungkur, yang berkantor pusat di Ngadirojo, Wonogiri, Jateng.
Jangan salah, dia seorang ibu tiga putra! Bu Yanti memiliki pembawaan ceria dan bersemangat, tak pernah merasa minder dengan rekan-rekan sekerjanya yang pria.
“Kenapa ibu memilih profesi yang bagi pria p
un cukup berat?” tanya saya.
“Habis gimana lagi Mas, suami saya sudah
enggak bisa apa-apa sedangkan anak-anak tengah membutuhkan biaya. Satunya mau masuk tamtama enggak jadi, enggak ada biaya, satunya lagi mau jadi pelaut di kapal pesiar juga enggak ada biaya. Satunya masih kecil,” tutur perempuan kelahiran Giribelah, Wonogiri, itu.
Dari sebab itu ia “turun gelanggang” menjadi supir bis berukuran besar dan sering jalan malam. Kenapa?
“Ya saya enggak punya keahlian lain kok mas, bisanya ya begini ini ya saya lakoni saja,” jawab Bu Yanti.
Menurut rekan-rekan kerjanya, Bu Yanti ketika suaminya masih sehat cukup berada, memiliki beberapa angkutan umum. Ketika suaminya terganggu kesehatannya, ia mulai ikut mencari nafkah. Padahal, menurut teman-temannya, Bu Yanti “masih kuat”. Nampaknya mengemudikan bis menjadi semacam hobby baginya, terbukti ia sangat berdedikasi pada tugasnya, bertanggung-jawab dan nyaris tidak pernah cuti.
Satu kado bagi para ibu menjelang Hari Ibu Desember mendatang.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par