Langsung ke konten utama

Resensi Buku 3

Menguliti Kebingungan Partai Golkar

Judul : Harmoko, Quo Vadis Golkar – Mencari Presiden Pilihan Rakyat Penerbit : PT Kintamani, Jakarta, 2009
Penulis : Nirwanto Ki S. Hendrowinoto, MA, dkk
Tebal : 224 halaman
Kertas : HVS 80 gram

Ini fakta sejarah. Seorang karikaturis dalam perjalanan karirnya melesat menjadi seorang Menteri Penerangan selama tiga periode berturut-turut dan kemudian menjadi Ketua Umum Golongan Karya lalu menjadi Ketua MPR/DPR.
Ini cerita mengenak Harmoko, orang Kertosono, Jatim, yang muncul menjadi takoh nasional yang cukup fenomenal.
Ia memimpin Golkar dan menjadi Ketua MPR/DPR di saat kritis yaitu masa gejolak penggulingan rezim Orde Baru tahun 1998.
Sebagai mantan orang nomer satu di Golkar, Harmoko tahu banyak mengenai organisasi politik tersebut. Dalam bukunya terbaru, Harmoko, Quo Vadis Golkar – Mencari Presiden Pilihan Rakyat, ia membeber sejarah Golkar yang ia sebut sudah eksis sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 dulu.
Dalam buku yang ditulis Nirwanto Ki S. Hendrowinoto dkk ini, seniman Senen tersebut ia membagi tulisannya dalam dalam 6 (enam) Bab. Judul yang dipakai nampaknya untuk memanfaatkan momentum Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 ini serta kekalahan Golkar yang “memilukan” dalam Pemilihan Legislatif sebelumnya. Harmoko terlibat dalam Golkar sejak 1964, yang waktu itu bernama Sekretrariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) lewat Sentral Organisasi Kekeryaan Swadiri (SOKSI) pimpinan Soehardiman. Ia bercerita, dalam 10 tahun terakhir Golkar kehilangan sosok bapak, kehilangan roh, dan sepi dari rasa senasib sepenanggungan. Harmoko yakin ini akibat harakiri politik elite pimpinannya dan terjadi praktik semacam money politics (Hlm 211-212).
Analisis mau ke mana Golkar dipapar dalam dua setengah halaman (Hlm 213 – 215), sedangkan ‘masa depan’ partai itu ada di lima halaman berikutnya.
Partai pohon beringin itu dilihatnya mulai layu dan perlu reconditioning, agar dapat memenangkan pemilihan-pemilihan berikutnya.
Penulisan buku ini jauh lebih bagus ketimbang buku tentang Harmoko sebelumnya, Berhentinya Soeharto Fakta dan Kesaksian Harmoko (PT Gria Media, Jakarta, 2007). Alur cerita lancar. Tapi bagi pembaca yang cerewet, masih dapat menemukan flaws seperti inkonsistensi ejaan, dan kesalahan kecil lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima