Judul :
Catuspatha
Arkeologi Majapahit
Penulis :
Agus Aris Munandar
Penerbit : Wredatama Widya
Sastra
Jl. M. Kahfi I, Gg. H.Tohir
II No.46
Jagakarsa, Jakarta Selatan
12620
Edisi : Cetakan pertama,
November 2011
Jumlah
halaman : x + 324
Ukuran
buku : 14 cm x 20 cm
Cathuspatha
berarti perempatan jalan
besar. Dan buku yang berjudul Catuspatha
Arkeologi
Majapahit
karya Agus Aris Munandar ini seolah meneguhkan berita yang
menyebutkan bahwa kraton Majapahit dibangun di sebuah perempatan
jalan besar, dan tetap menjadi misteri hingga menantang karena belum
adanya bukti kuat di mana sebenarnya kraton itu berdiri. Bahkan buku
ini pun “menggugat” Mpu Prapanca dalam Nāgarakrtāgama kenapa
kolam Segaran yang begitu populer (di jaman sekarang) tak disebut di
dalamnya.
Buku
ini menyisir kembali beberapa tafsiran mengenai Majapahit, antara
lain kekukuhannya sebagai negara maritim walaupun belum banyak bukti
nyata yang ditemukan. Disebutkan pula tak ada relief peninggalan
Majapahit yang menggambarkan kemaritiman kerajaan ini secara berarti.
Sumber prasasti dan sastra lebih bercerita tentang daratan, hutan,
gunung, istana, pertapaan dan sejenisnya. Dan, yang lebih penting
belum ditemukan artefak kapal Majapahit.
Karya
Agus Aris Munandar ini juga bercerita mengenai ciri-ciri dan
perbedaan candi di Jateng dan Jatim berdasarkan penelitian ahli
candi, Soekmono, serta memberi kesempatan untuk penlitian lain
mengorek kenapa setelah
kepindahan Mataram Kuna dari Jateng ke Jatim, maka tak banyak lagi
berita dari Jawa Tengah itu. Banyak pertanyaan yang menantang sekitar
kepindahan ke timur tersebut a.l. alasan kuat yang masih jadi
perdebatan peneliti.
Penulis
ini juga banyak mengupas berbagai bentuk relief candi peninggalan
Majapahit. Bagi para penggemar sejarah Majapahit, nampaknya buku ini
menjadi pelepas dahaga atau sebaliknya malah menjadi “provokator”
untuk mencari atau mendalami sumber-sumber yang berkaitan.
Salah satu bab yang merangsang – terutama bagi peneliti dan
penggemar kebudayaan-kesenian Jawa seperti wayang – adalah teori
mengenai asal usul punakawan yang sangat populer di pewayangan Jawa,
tapi tidak ada dalam kitab Mahabarata maupun Ramayana. Penulis
bercerita bahwa para tokoh punakawan pertama muncul dalam
Gatokacasraya
karya
Mpu Panuluh. Akan tetapi peran mereka masih kaku alias figuran saja.
Penulis menampilkan pula pendapat Wieringa (2000, 255-58) bahwa
punakawan hanyalah sisipan kakawin tersebut ketika disalin ulang di
Bali (hlm. 284). Dalam relief Candi Tegawangi, tampil dua sosok
punakawan dalam cerita Sudhamala
yang digambarkan kurang lebih sama dengan relief di candi Majapahit
lainnya.
Banyak
hal diceritakan dalam buku ini dan tentu sulit untuk diringkaskan
dalam ruangan sempit, kecuali tentu saja, membacanya sendiri.
Komentar
Posting Komentar