Bagaimana
kalau seorang
pria begitu setia menunggui istrinya yang koma di rumah sakit,
mengambang antara hidup dan mati tanpa tahu kapan selesainya?
Sementara ia harus memikirkan dua anak perempuannya berkembang
menjadi “liar” setelah lepas dari pengawasan ibunya? Di pihak
lainnya ia harus menghadapi saudara-saudara seketurunan yang minta
tanah ulayatnya dijual? Dan tiba-tiba ia mendapatkan bahwa ketika
masih sehat ternyata sang istri berselingkuh?
Jawaban
atas pertanyaan itu semua ada dalam film The
Descendants
(Para Keturunan), di atas pundak Matthew (Matt) King yang diperankan
oleh George Clooney, di bawah arahan sutradara Alexander Payne.
Cerita film ini merupakan monolog dari Matt King sehingga dia
menguasai kamera hampir sepanjang film yang skenarionya ditulis oleh
trio Alexander Payne, Nat Foxon dan Jim Rash. Film yang didasari buku
Kaui Hart Hennings tersebut memiliki alur cerita yang linier, dengan
konflik-konflik yang halus serta adegan-adegan yang biasa-biasa saja.
Bagi
penggemar film dar-der-dor The
Descendants
membikin “sengsara” ketika menontonnya. Tapi bagi penggemar film
drama ceritanya cukup menarik sebab di balik kelembutan itu menyimpan
pertanyaan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Contohnya
ketika
Matt King harus memutuskan apakah alat pembantu hidup istrinya harus
dicopot atau tidak sebab dokter meyakinkan bahwa tanda-tanda hidup
tak ada, bahkan pupil matanya tak bereaksi. Pria itu harus berdebat
panjang dengan mertua dan saudara lainnya. Setelah melewati beberapa
adegan, persetujuan agar alat penunjang hidup dicabut akhirnya
didapatkan.
Juga
ketika Matt dan putri sulungnya, Alexandra (Shailene Woodley) datang
ke rumah selingkuhan ibunya, Bayne, penonton mungkin mengira akan ada
adegan adu jotos. Tapi tidak. Film dan pelakon di dalamnya adalah
kaum intelektual sehingga terjadi dialog yang berisi tanpa hiasan
otot. Mat King adalah pengacara dan Bayne agen properti. Bayne
mengaku pertemuannya dengan istri Matt, Elizabeth (Particia Hastie),
berujung ke hubungan badan tanpa melibatkan perasaan. Matt hanya
menuntut Bayne mengucapkan sepatah dua patah kata pada Elizabeth
sebelum kematiannya tiba.
Istri
Bayne demikian lembut dan tidak ikut dalam
dialog antara Matt dan Bayne. Matt percaya istri Bayne tak tahu
menahu akan perselingkuhan suaminya. Tapi menurut saudara Matt,
Elizabeth justru berniat akan mengajukan cerai darinya. Kenyataan
pedih ini semakin parah ketika istri Bayne tiba di rumah sakit
membawa buket bunga ke rumah sakit, untuk mengucapkan sesuatu pada
Elizabeth. Ia bilang kepada Matt, suaminya tak mau datang dan justru
menyuruh dirinya. Ternyata istri Bayne tahu perselingkuhan suaminya
dengan istri Matt sejak awal, tapi tak berdaya apa-apa demi dua
putranya.
Adegan
paling bagus adalah ketika Matt mencium istri yang koma dan telah
mengkhianatinya dan
justru menangis karena harus “membunuh”nya, walaupun seijin semua
pihak.
Setelah
itu Matt, Alexandra dan adiknya, Scottie, menyebar abu jenasah ibunya
ke laut Hawaii, tempat lahir ayahnya, keturunan bangsawan Hawaii yang
mendapatkan warisan ratusan hektar tanah bersama para sepupunya.
Mereka naik perahu dayung dengan hiasan Hawaiinya, diam tak banyak
bicara, terapung-apung di laut dengan latar belakang pantai dan
gunung Hawaii yang dipagari gedung-gedung bertingkat.
Adegan
akhir yang “sepi-sepi” saja adalah ketika Scottie, ayah dan
kakaknya menonton tv di ruang tamu dalam ketemaraman lampu ruangan
seolah menggambarkan kemuraman keluarga setelah kepergian sang ibu
yang ternyata penyelingkuh.
Lolos
dan
lulus Oscar
Akting
Clooney di film ini lumayan bagus, tapi ia belum mampu melepaskan
bayangan dirinya dari
Matt King. Skenario film yang halus tanpa konflik yang menggebu-gebu
ini nampaknya tak mampu mengangkat lagi kemampuan akting Clooney
sehingga ia harus kalah dari Jean Dujardin (The
Artist)
sebagai aktor terbaik dalam ajang perebutan Piala Oscar Februari
lalu. Sutradara Alexander Payne juga gagal sebagai sutradara terbaik
dikalahkan oleh Michel Hazanavicius (The
Artist).
Editingnya yang halus sayangnya juga kalah oleh The
Girl with the Dragon Tatoo yang
diawaki Kirk Baxter dan Angus Wall.
Lagi-lagi
film lembut ini dikalahkan The
Artist sebagai
film terbaik. Kendati demikian The
Descendants
mendapatkan Oscar dalam Skenario Adaptasi Terbaik.
The
Decendants
walau gagal sebagai film terbaik, tapi menggenapi banyak film lembut
lain sebelumnya yang menarik dan mendapatkan Oscar seperti Driving
Miss Daisy, A Trip to Bountiful,
dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar