- Satu-satunya tokoh kartun yang bertahan tiap hari hingga sekarang
- Konsisten berpihak pada rakyat kecil
Usianya
35 tahun, satu masa produktif untuk seorang lelaki. Tapi hidupnya
tak pernah jelas. Jangankan menikah, sedangkan siapa pacar pria muda
itu tidak pernah muncul di publik. Infotainment tak pernah
mewawancarainya kendati ia tokoh populer Jakarta selama tiga setengah
dekade. Malahan namanya dicomot seorang pelawak yang pembawaannya 180
derajat dengannya, hanya penthalitan
tanpa
sentuhan humor memadai.
Lelaki
muda itu nampaknya tak pernah berganti pakaian seumur hidup. Blangkon
yang itu-itu saja setia nangkring di kepalanya. Kemudian kain surjan
lurik dan celana markentol
tak pernah berganti. Tak pernah jelas bagaimana ia mencuci
pakaiannya. Mungkin juga ia punya tiga lusin pasang pakaian yang
sama. Kehidupan pribadinya tertutup sama sekali, berbeda dengan
selebriti sekarang yang suka mengumbar kejorokan pribadinya untuk
publikasi.
Pria
itu lebih cenderung berbicara masalah politik serta problem sosial
lainnya yang lengket dengan kehidupannya, di satu kampung yang bebas
nama dan lokasi. Hidupnya diabdikan untuk mengkritisi keadaan dan
selalu membela orang kecil di lingkungannya. Kalau pun ia bicara
masalah kekayaan, selalu dengan nada sinikal. Rasa humornya lumayan
tinggi, sehingga sering orang ketawa setelah merenungkannya beberapa
jenak.
Tokoh yang kita bicarakan itu bernama Doyok. Ia setia nongol setiap hari berupa komik sosial,
menghampiri pembacanya di ibukota dan sekitarnya umumnya kalangan
kecil. Ada sopir angkot, pedagang asongan, pedagang pasar, tukang
parkir, dan sebagainya. Ia mulai muncul di SKH Pos
Kota
sejak tahun 1977, tidak pernah absen barang sehari pun. Ini suatu
prestasi yang harus diacungi jempol. Belum pernah ada komik strip
yang muncul setiap hari begitu lama dan memiliki karakter kuat dan
konsisten di tanah air.
Masa
awal, mencari tokoh
Boss
Doyok atau penciptanya adalah seorang pria berusia menjelang senja,
Keliek Siswoyo, kelahiran Kota Gede, Yogyakarta. Di masa remajanya ia
merantau ke Jakarta menantang nasib. Ia terlunta-lunta di Tanjung
Priok, dan tempat
nongkrongnya adalah di sekitar Bioskop Permai yang terletak di
pinggiran by
pass.
Di sana para pengangguran, setengah pengangguran dan mereka yang
ingin bebas dari kekangan rutinitas berkumpul. Keliek Siswoyo
memiliki bakat melukis dan membuat kartun sejak duduk di SMP. Akan
tetapi ia belum berani mengirimnya ke media cetak. Ketika nongkrong
di Bioskop Permai itu bersama teman-temannya yang berasal dari
berbagai suku, Keliek melihat ada Surat Kabar Harian Pos
Kota,
satu koran ibukota dengan bidikan pasar kalangan bawah.
Contoh komik Doyok seperti dimuat di SKH Pos Kota setiap hari. |
Pasar
Pos
Kota
adalah kalangan di mana Keliek Siswoyo hidup, sehingga dengan mudah
ia turn
in
ke dalam isi berita harian tersebut. Setiap minggu Pos
Kota
menyediakan ruangan bagi kartunis muda untuk menampilkan karyanya,
lewat Pos
Kota Minggu.
Ke sanalah Keliek kemudian mengirimkan gambar-gambarnya dan sering
dimuat. Pengasuh rubrik itu adalah pelukis dan juga kartunis senior
Leo Purwono. Ia melihat ada kepekaan sosial dalam kartun karya Keliek
Siswoyo. Pos
Kota
kemudian menerbitkan Lembaran
Bergambar (Lembergar),
yaitu sisipan dua kali seminggu berisi kartun, lukisan, komik,
vignet, puisi bergambar dan sebagainya.
Melihat
sambutan pasar begitu antusias, maka pimpinan koran tersebut
menerbitkan Lembergar
setiap
hari. Leo kemudian memanggil Keliek untuk bergabung, menciptakan
tokoh kalangan bawah yang kritis terhadap keadaan sekitarnya.
Mimpi
menyaingi Donald Duck
Pemuda
Yogya itu merasa tertantang karena gemas melihat anak-anak kalangan
bawah pun ketika itu menggandrungi Donald Duck atau Donald Bebek
ciptaan Walt Disney. Ia lalu memutar otak mencari siapa tokoh lokal,
bahkan kedaerahan pun tak jadi soal asal bukan tokoh asing. Keliek
ingat di masa kecil dulu ia sering menonton penampilan duo punakawan
Bancak dan Doyok. Keduanya merupakan representasi dari rakyat kecil.
Siapa yang menciptakan dan kapan tontonan rakyat itu muncul tidak
pernah jelas. Keliek berkesimpulan dua tokoh itu dapat dipakainya. Ia
memilik tokoh Doyok karena gampang diucapkan siapa saja.
Dalam
kesenian rakyat Bancak-Doyok, pemain memakai topeng, di mana Doyok kebagian
wajah yang jelek, kurus dan gigi tonggos. Maka inilah tokoh yang
dikembangkan Keliek Siswoyo. Maka Doyok di tangan Keliek Siswoyo
menjadi tokoh tanggung, ia gamang menghadapi kehidupan kota yang
ganas, tidak berperasaan, sedangkan ia lahir dari kalangan bawah
tradisional. Maka dari sinilah titik pijak Keliek Siswoyo menggarak
karakter Doyok. Ia bisa berbicara masalah politik tingkat kelurahan
hingga nasional bahkan dunia. Tapi ia pun terjerat utang-utang, bukan
kepada IMF tapi tukang warung tegal.
Selama
satu dekade pertama Doyok sangat populer di kalangan bawah Jakarta,
sehingga siapa pun yang bertingkah aneh atau kocak disebutnya..kayak
Doyok aja….Popularitas tokoh maskot Pos
Kota
itu bertahan hingga 25 tahun. Selama sepuluh tahun terakhir, namanya
seolah tersilap, tapi tidak hilang sama sekali karena konsisten
muncul setiap harinya itu.
Humoris menggelitik
Di
masa awalnya ketika Keliek Siswoyo masih bersemangat, kritik sosial
itu disampaikan dengan cara berhumor, kadang membadut slapstick,
tapi Doyok tetap santun tak ada kekasaran padanya. Belakangan ia
sudah seperti anggota DPR RI yang tak punya kesempatan korupsi.
Terkadang ia berfilsafat dan terkadang membanyol mengakhiri
pertanyaan politik yang sulit dijawab.
Ia
ditemani dua keponakannya yang jahil yaitu Gundul dan Burik.
Ketiganya kompak mewakili kaum muda dan kanak-kanak. Kehidupan
ibukota begitu keras, tapi Doyok tak pernah terseret menjadi preman,
debt
collector,
atau masuk organisasi massa tertentu. Ada saja cara misterius
bagaimana dia hidup.
Doyok
berfungsi sebagai punakawan di jaman modern, yang sama seperti
punakawan sejak Kakawin Gatotkacasraya
karya Empu Panuluh, memiliki tugas sebagai penasihat,
penyemangat, penyelamat, peredam amarah, teman perjalanan, penyembuh
sakit dan penghibur.
Semoga
Doyok tetap menemani kita sebagai penawar situasi politik nasional
yang kian geblek.
assalamualaikum, gan..
BalasHapusbisakah saya mendapatkan contact person Hadi Noor, atau Adjis Gaurav, atau Yudhi Rehatta, atau Dhika Kamesywara.
atau mungkin agan pun penulis ?
terimakasih sebelumnya..