Pohon mangga berderet di jalan di Desa Jatirejo, Kec. Wonoasri. |
Buah nangka bergelantungan di pohonnya di tepi jalan | di Kecamatan Caruban |
Berkat visi Bupati yang berorientasi pada
ekonomi rakyat kecil dan lingkungan hidup
Perjalanan
ke desa-desa di Kabupaten Madiun, Jatim, terasa lebih menyenangkan ketika
menyaksikan buah-buahan dan bunga-bungaan bergelantungan di sepanjang jalan.
Ini
berkat jasa Bupati Kab. Madiun Ir. Kadiono (1988-1998) yang memiliki visi ke
depan kuat dan rasa cinta pada warganya yang tinggi. Dengan pola wajib tanam
buah-buahan unggulan di tiap-tiap pekarangan rumah serta di lahan kritis, ia
telah mewarisi warga Madiun modal untuk ekonomi keluarga mereka hingga kini.
Beberapa tanaman lain seperti mahoni dan asam Jawa juga digalakkan.
Berkat
produksi nangka yang berlebih, warga Desa Kedondong, Kecamatan Kebonsari
berinisiatif mengolahnya menjadi kripik nangka yang mendongkrak ekonomi desa
dengan industri rumahannya.
Mangga
manalagi dan gadung produksi Madiun menembus pasar luar daerah walaupun masih
dengan cap “mangga Probolinggo”.
Buah
yang paling banyak ditemui di desa-desa Madiun memang mangga – yang kini sudah
lewat musimnya – kemudian nangka genjah yang hampir tak kenal musim. Bunga
kenanga ditanam di sepanjang jalan desa berselingan dengan buah-buahan tadi dan
menjadi penghasilan tambahan penduduk.
“Lahan
kritis melulu”
Ide
untuk menanam tanaman produktif muncul dari latar belakang Bupati Madiun
Kadiono, yang seorang insinyur pertanian. Ia diangkat menjadi Bupati setelah
beberapa lama bertugas di Dinas Pertanian. Sebagai orang pertanian ia memiliki
tekad untuk memanfaatkan setiap jengkal lahan agar berproduksi. Selain itu ia
ingin agar tanah kritis dimanfaatkan semaksimal mungkin, baik demi lingkungan
hidup/pelestarian alam, maupun menunjang ekonomi warga.
Sebagai
ide awal, tentu tidak semua staff-nya mampu menyernanya. Malahan selesai rapat
mereka bergurau tentang “dikit-dikit lahan kritis...dikit-dikit pemanfaatan
pekarangan...”.
Lima
tahun kemudian, ketika pohon-pohon sudah mulai berbuah, semua terperangah. Tak
ada lagi warga yang kehilangan mangga di halaman sebab semua keluarga
memilikinya. Begitu juga nangka. Sedangkan kembang kenanga, sering dipanen
untuk dijual sebagai perangkat upacara adat atau sebagai bahan minyak wangi.
Tentu saja sedikit banyak menunjang kehidupan warga Madiun sehari-hari. Sekarang tinggal bagainama meremajakan pohon yagn usianya sudah di atas 20 tahun itu agar ekonomi rakyat tetap lestari.
Pada
periode pertama kepemimpinannya, sudah terpikirkan bagaimana menampung hasil
panenan nantinya. Waktu itu sudah dicarikan investor untuk menampung produksi
warga Madiun, antara lain untuk membuat jus buah. Namun lama kelamaan, justru
muncul inisiatif dari warga sendiri untuk mengolah hasil produksi tanaman
daerahnya.
Hal
serupa pernah dilakukan seorang bupati di Indramayu di jaman Belanda dulu. Ia
minta rakyatnya menanam mangga dari jenis yang besar dan produktif. Hingga
sekarang kita mengenal “mangga Indramayu” yang menguasai pasar mangga rujakan
di Jakarta dan kota-ktoa besar lainnya.
Kalau
saja para Bupati sekarang punya visi ke depan buat rakyatnya seperti itu, dan
tidak memikirkan mengembalikan modal kampanye mereka.......alangkah indahnya!
Komentar
Posting Komentar