Langsung ke konten utama

Menguak Sejarah Kupang

Timor Kupang : Dahulu dan sekarang
Resensi Buku
Oleh Adji Subela

Judul                            : Timor Kupang Dahulu dan Sekarang
Penulis                          : Andre Z. Soh dan Maria N.D.K. Indrayana
Editor                           : Nirwanto Ki S. Hendrowinoto dan Harlina Indijati
Penerbit                        : Kelopak (Kelompok Penggerak Aktivitas Kebudayaan)
                                      Jakarta, 2008
Jumlah halaman              : xviii + 229
Ukuran buku                 : 15,3 cm x 22,5 cm
Kertas     : HVS 80 gram

Upaya Andre Z. Soh, dosen kelahiran Waingapu, Sumba, NTT, dan putrinya, Maria N.D.K. Indrayana, guna menulis sejarah kota Kupang patut dipuji. Buku mengenai sejarah kota di Pulau Timor belahan barat ini amat jarang. Padahal Kupang sudah dikenal orang sejak berabad-abad lampau.
Diceritakannya, sejak Abad Ke-VII kekaisaran Cina (Dinasti Fang) telah mengetahui kota ini (Hlm 1), lalu Majapahit menyebut daerah ini pula seperti penuturan Mpu Prapanca di Negarakretagama. Kemudian masuklah bangsa Barat, a.l. Portugis tahun 1518, Spanyol (salah satu kapal armada Magelhaens), Inggris yang diwakili Kapten Bligh yang pernah diberontaki Fletcher Christian dalam kapal Bounty, lalu Belanda.
Dengan rendah hati Soh dalam pengantarnya menyebut bukunya ini sekedar tali perangkai “bunga-bunga” milik orang lain agar berguna. Tapi usaha bapak empat orang anak dan kakek dari enam orang cucu ini bukan main-main. Tak kurang 35 buku berbahasa Belanda, Inggris, dan Indonesia yang dia ‘kebet’ guna menggali sejarah kota Kupang.
Hasilnya adalah sekelumit sejarah serba singkat tapi komplet dan cukup detail dari Kota Kupang. Buku ini menjadi tidak membosankan karena banyak menampilkan gambar peta, serta foto-foto lama kota itu dan foto sekarang. Juga ada sejumlah foto para tokoh yang tentu sudah sulit dicari. Malahan pembaca dimanja dengan galeri foto dari halaman 181 hingga 220. Sebagian disajikan berwarna.
Buku ini amat berguna bagi para peminat sejarah – khususnya Kota Kupang – sebagai bahan awal untuk masuk lebih mendalam ke bagian-bagian penting sejarah Pulau Cendana tersebut.
Dibagi dalam empat Bab, tulisan Soh dan putrinya mengupas kedudukan Pulau Timor sebelum kedatangan bangsa Eropa, sejarah, perjuangan menentang Belanda, dan menjelaskan bidang pertahanan dan pendidikan.
Pendeknya buku ini perlu dibaca oleh mereka yang ingin mengetahui sejarah Kupang dan ingin menyelam lebih dalam ke dalam pelukan kota serta pulau yang sejak berabad lalu terkenal akan kayu cendana serta lilinnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima