Oleh Adji Subela
Memasuki kompleks X (maaf, nama ini untuk sementara tak kusebut) kakiku amat ringan melangkah. Ini sebuah komplek besar terdiri dari sejumlah gedung besar, kuno, bertembok tebal, kukuh sekali. Di halamannya yang sangat luas tumbuh pohon besar-besar, teduh suasana dibuatnya. Aku sekarang berdiri di sebuah lorong bersih, bertegel mengkilap, dan berwarna agak suram.
Engkau dapat menjadi siapa saja di sini. Betul! Aku mencoba menjadi Newton, dan terjadilah! Sebutir kerikil, meski bukan buah apel, (tapi kuanggap kerikil itu apel karena beberapa waktu sebelumnya aku pernah makan benda seperti itu dan ternyata rasanya segar juga) kujatuhkan dari tangan lalu memang benar-benar sampai ke lantai, persis di dekat kakiku. Kucoba menjadi Pavarotti. ( Catatan: Tenor itu telah mati belum lama ini). Suaraku betul-betul merdu. Bergaung seperti di teater La Scala. Waktu itu memang tak ada tepuk tangan apalagi suit-suit, tapi bukan soal benar.
Langkah kulanjutkan siapa tahu bisa menjadi Schubert atau Strauss. Aku pernah berteman dengan mereka tapi sering bertengkar karena sistem not balok yang kuanut berbeda dengan punya mereka. Tiap komposisi yang kuciptakan tak pernah dimainkan sempurna oleh mereka. Menjadi Einstein boleh juga, atau John Nash, atau Nartosabdo. Aku bisa menari dan menyanyi tembang Jawa dalam bahasa Swahili. Semua saudaraku mengakui kemampuan istimewaku itu setiap kali kutanyakan. Mereka menoleh, mengangguk lalu bekerja lagi. Tetanggaku sering minta aku menyanyi tembang itu dalam bahasa Esperanto, atau terkadang bahasa Cina dialek Kanton lalu mereka bertepuk tangan. Kuharapkan kehadiranku di kompleks ini kelak memberi inspirasi penghuninya. Kuharap aku jadi motivator, atau konsultan. Tak usah dibayar, cukup beri aku satu kamar dengan fasilitas standard, dan jaminan makan minumnya.
Kulihat banyak orang di kompleks ini. Tentu mereka ada yang berbakat matematika. Aku bisa ajari mereka teori the correlation between newest type of calculus and the oldest theory of equilibrium quareling liquid in the frame of the New Emerging Forces spirits. Teori ini gabungan antara kalkulus yang telah dimodifikasi, diperkenalkan oleh putra Indonesia (entah siapa aku lupa) dan teori kelembaman zat cair dalam semangat politik gerakan kekuatan dunia baru. Ketemukan, kekuatan baru dunia itu seperti bak air yang diguncang-guncang dan nantinya dia akan diam dalam perhitungan kalkulus yang lebih simpel, lugas, dan menurut hukum pasar yang berlaku surut. Sejak duduk di bangku SMA aku sudah yakinkan guru kimiaku, Pak Prayit, bahwa ilmunya itu harus diajarkan bareng dengan aljabar-analit, serta fisika, ilmu falak, dan sejarah kebudayaan. Ia marah. Kukatakan, kalau ia memisah-misah ilmu seperti itu, tandanya ia masih primitif. Ilmu modern adalah gabungan semua ilmu menjadi satu kebenaran tunggal yang tak akan ada lagi debat-debat percuma.
“Kalau jadi seperti itu, kita langsung kiamat, karena kebenaran kembali jadi satu lagi,” jelasku. Teoriku tak digubris dan sejak itu nilai ilmu kimiaku selalu merah. Satu pelecehan memang, mungkin dia sentimen pada bakat jeniusku hingga jadi guru killer. Teman-teman bilang ia guru terbaik, buatku ia harus jalani program reedukasi di Gulag atau Gurun Gobi.
Tak lama-lama aku berdiri di lorong itu, muncullah seorang pria berwajah nabi. Ia rupawan, pembawaannya halus. Senyum sopan menghiasi bibirnya yang tipis dan kemerahan tanda dia bukan perokok. Pakaiannya terus terang usang, model lama, tapi bersih.
“Hoe gaat het met U?” sapanya dengan sopan.
“Heel goed Meneer,” jawabku sambil menyambut uluran tangannya.
“Please take a seat,” sambil menunjuk kursi rotan di sebelah kananku. Kami duduk.
“Commence vouz s’apelle?”
“Je m’apelle Nero, et vouz?”
Ia tersenyum saja, seolah namanya tak penting. Pria itu rendah hati sekali.
“Mekolo mkese ndombo msi ketikili, nok?”
“Nik, tsomba ktualu mbkei lolo behkmulo o. Tei ktukai tsotso kembehsy,” kataku.
“Nik, nik,” jawabnya sambil mengangguk,”ksei mpilu kaukokots bklekiyu mpi.”
“Puksy, nok? Ksembe ktualu ktukai msi pingo pingo betsykosy mpi mpe buhkulum, mampa kiuki tsotso kembehkapusulisy ngoh.”
“Nama saya Stalin S....... Sorry saya tadi tidak sopan belum jawab pertanyaan Anda tadi,” katanya kemudian dalam bahasa nasional kita. Huruf S di belakang namanya sengaja saya singkat sekarang ketika kisah ini saya ketik, karena khawatir menyinggung perasaan keluarga-keluarga yang memiliki nama famili sama. Apalagi S ini sama dengan seorang tokoh nasional kita yang kini sudah menjadi almarhum. Tapi waktu itu ia sendiri juga minta namanya disingkat saja, Stalin, begitu, supaya mudah.
Setelah lama kami bertukar pikiran, Meneer Stalin S. mengeluh mengenai surat-surat yang ia kirim kepada Ratu Elizabeth II dan Ratu Beelquisyt. Ia minta agar Ratu Elizabeth mundur dari Pulau Malvinas secepatnya karena Argentina makin kuat. Rudal Exocet buatan Prancis merontokkan pesawat-pesawat tempur Inggris. Satu Exocet pernah direparasi di bengkel di Koja, Tanjung Priok. Itu bisa dilacak ketika dipakai, sebab bunyi ledakannya lebih lembut.
“Saya gemas,” lanjutnya lagi, “Napoleon hampir saja menang di Rusia, tapi gagal karena cuaca buruk. Ia tak mengindahkan saran saya. Ini pasti karena pasukan pengawalnya tak menyampaikan surat saya karena tak memberi mereka uang amplop. Nanti memasuki Abad Ke-XXI, kita akan mengalami global warming, Dik, setelah itu akan terjadi global freezing (Note: Separuh ramalannya benar dan separuhnya belum terbukti) karena akan terjadi kontraksi setelah bumi melar.”
“Adik, hati-hatilah kepada rokok. Jauhilah. Lihat aku tidak merokok dan tetap sehat pada usiaku yang ke 96. Temanku, Winston Churchill, waktu muda bukan perokok. Tapi kemudian dia menjadi pengisap cerutu yang getol. Sayangnya ia jarang mengembuskan asapnya keluar setelah mengisapnya dalam-dalam sehingga terjadi internal warming di tubuhnya yang kemudian lantas melar, gemuk seperti itu. Berbeda dengan Abraham Lincoln. Ia bercerita kepadaku bahwa ia pengisap caklong. Kukatakan, hati-hati kandungan tarr dan nikotine tembakau berbahaya. Ia ikuti saranku tapi tentu sulit menghilangkan kebiasaan merokoknya. Ia lantas menghisap sedikit lalu menghembuskan asap tembakaunya banyak-banyak keluar sehingga terjadi pengerutan badan, tubuhnya jadi kurus.”
“Adik, kelak bila engkau pulang, tolong bawakan suratku kepada Presiden. Saya katakan kepada beliau, segera tingkatkan kemampuan teknologi kita agar dapat bersaing dengan luar negeri. Tirulah Jepang. Mereka memiliki kemampuan teknologi hebat, karena orangnya pendek-pendek, jarak antara mata dan dadanya dekat sehingga koordinasi antara dada, pandangan mata, pikiran maupun tangan cepat.”
“Sebaliknya Dik, orang-orang dari Kenya sulit menyerap teknologi, karena badan mereka kurus-kurus, dan kulitnya terlalu gelap. Tapi mereka amat pandai dalam berburu karena gesit.”
Kami menjadi akrab, dan hari-hari berikutnya kami lalui bersama untuk mendikusikan bagaimana menyelenggarakan Perang Dunia Ke-III. Kami perlu membentuk panitia untuk itu. Tapi siapa yang mau jadi sukarelawan untuk itu? Orang selalu minta bayaran. Kami berdua tak punya uang. Maka pembentukan panitia itu kami tunda entah sampai kapan.......
Memasuki kompleks X (maaf, nama ini untuk sementara tak kusebut) kakiku amat ringan melangkah. Ini sebuah komplek besar terdiri dari sejumlah gedung besar, kuno, bertembok tebal, kukuh sekali. Di halamannya yang sangat luas tumbuh pohon besar-besar, teduh suasana dibuatnya. Aku sekarang berdiri di sebuah lorong bersih, bertegel mengkilap, dan berwarna agak suram.
Engkau dapat menjadi siapa saja di sini. Betul! Aku mencoba menjadi Newton, dan terjadilah! Sebutir kerikil, meski bukan buah apel, (tapi kuanggap kerikil itu apel karena beberapa waktu sebelumnya aku pernah makan benda seperti itu dan ternyata rasanya segar juga) kujatuhkan dari tangan lalu memang benar-benar sampai ke lantai, persis di dekat kakiku. Kucoba menjadi Pavarotti. ( Catatan: Tenor itu telah mati belum lama ini). Suaraku betul-betul merdu. Bergaung seperti di teater La Scala. Waktu itu memang tak ada tepuk tangan apalagi suit-suit, tapi bukan soal benar.
Langkah kulanjutkan siapa tahu bisa menjadi Schubert atau Strauss. Aku pernah berteman dengan mereka tapi sering bertengkar karena sistem not balok yang kuanut berbeda dengan punya mereka. Tiap komposisi yang kuciptakan tak pernah dimainkan sempurna oleh mereka. Menjadi Einstein boleh juga, atau John Nash, atau Nartosabdo. Aku bisa menari dan menyanyi tembang Jawa dalam bahasa Swahili. Semua saudaraku mengakui kemampuan istimewaku itu setiap kali kutanyakan. Mereka menoleh, mengangguk lalu bekerja lagi. Tetanggaku sering minta aku menyanyi tembang itu dalam bahasa Esperanto, atau terkadang bahasa Cina dialek Kanton lalu mereka bertepuk tangan. Kuharapkan kehadiranku di kompleks ini kelak memberi inspirasi penghuninya. Kuharap aku jadi motivator, atau konsultan. Tak usah dibayar, cukup beri aku satu kamar dengan fasilitas standard, dan jaminan makan minumnya.
Kulihat banyak orang di kompleks ini. Tentu mereka ada yang berbakat matematika. Aku bisa ajari mereka teori the correlation between newest type of calculus and the oldest theory of equilibrium quareling liquid in the frame of the New Emerging Forces spirits. Teori ini gabungan antara kalkulus yang telah dimodifikasi, diperkenalkan oleh putra Indonesia (entah siapa aku lupa) dan teori kelembaman zat cair dalam semangat politik gerakan kekuatan dunia baru. Ketemukan, kekuatan baru dunia itu seperti bak air yang diguncang-guncang dan nantinya dia akan diam dalam perhitungan kalkulus yang lebih simpel, lugas, dan menurut hukum pasar yang berlaku surut. Sejak duduk di bangku SMA aku sudah yakinkan guru kimiaku, Pak Prayit, bahwa ilmunya itu harus diajarkan bareng dengan aljabar-analit, serta fisika, ilmu falak, dan sejarah kebudayaan. Ia marah. Kukatakan, kalau ia memisah-misah ilmu seperti itu, tandanya ia masih primitif. Ilmu modern adalah gabungan semua ilmu menjadi satu kebenaran tunggal yang tak akan ada lagi debat-debat percuma.
“Kalau jadi seperti itu, kita langsung kiamat, karena kebenaran kembali jadi satu lagi,” jelasku. Teoriku tak digubris dan sejak itu nilai ilmu kimiaku selalu merah. Satu pelecehan memang, mungkin dia sentimen pada bakat jeniusku hingga jadi guru killer. Teman-teman bilang ia guru terbaik, buatku ia harus jalani program reedukasi di Gulag atau Gurun Gobi.
Tak lama-lama aku berdiri di lorong itu, muncullah seorang pria berwajah nabi. Ia rupawan, pembawaannya halus. Senyum sopan menghiasi bibirnya yang tipis dan kemerahan tanda dia bukan perokok. Pakaiannya terus terang usang, model lama, tapi bersih.
“Hoe gaat het met U?” sapanya dengan sopan.
“Heel goed Meneer,” jawabku sambil menyambut uluran tangannya.
“Please take a seat,” sambil menunjuk kursi rotan di sebelah kananku. Kami duduk.
“Commence vouz s’apelle?”
“Je m’apelle Nero, et vouz?”
Ia tersenyum saja, seolah namanya tak penting. Pria itu rendah hati sekali.
“Mekolo mkese ndombo msi ketikili, nok?”
“Nik, tsomba ktualu mbkei lolo behkmulo o. Tei ktukai tsotso kembehsy,” kataku.
“Nik, nik,” jawabnya sambil mengangguk,”ksei mpilu kaukokots bklekiyu mpi.”
“Puksy, nok? Ksembe ktualu ktukai msi pingo pingo betsykosy mpi mpe buhkulum, mampa kiuki tsotso kembehkapusulisy ngoh.”
“Nama saya Stalin S....... Sorry saya tadi tidak sopan belum jawab pertanyaan Anda tadi,” katanya kemudian dalam bahasa nasional kita. Huruf S di belakang namanya sengaja saya singkat sekarang ketika kisah ini saya ketik, karena khawatir menyinggung perasaan keluarga-keluarga yang memiliki nama famili sama. Apalagi S ini sama dengan seorang tokoh nasional kita yang kini sudah menjadi almarhum. Tapi waktu itu ia sendiri juga minta namanya disingkat saja, Stalin, begitu, supaya mudah.
Setelah lama kami bertukar pikiran, Meneer Stalin S. mengeluh mengenai surat-surat yang ia kirim kepada Ratu Elizabeth II dan Ratu Beelquisyt. Ia minta agar Ratu Elizabeth mundur dari Pulau Malvinas secepatnya karena Argentina makin kuat. Rudal Exocet buatan Prancis merontokkan pesawat-pesawat tempur Inggris. Satu Exocet pernah direparasi di bengkel di Koja, Tanjung Priok. Itu bisa dilacak ketika dipakai, sebab bunyi ledakannya lebih lembut.
“Saya gemas,” lanjutnya lagi, “Napoleon hampir saja menang di Rusia, tapi gagal karena cuaca buruk. Ia tak mengindahkan saran saya. Ini pasti karena pasukan pengawalnya tak menyampaikan surat saya karena tak memberi mereka uang amplop. Nanti memasuki Abad Ke-XXI, kita akan mengalami global warming, Dik, setelah itu akan terjadi global freezing (Note: Separuh ramalannya benar dan separuhnya belum terbukti) karena akan terjadi kontraksi setelah bumi melar.”
“Adik, hati-hatilah kepada rokok. Jauhilah. Lihat aku tidak merokok dan tetap sehat pada usiaku yang ke 96. Temanku, Winston Churchill, waktu muda bukan perokok. Tapi kemudian dia menjadi pengisap cerutu yang getol. Sayangnya ia jarang mengembuskan asapnya keluar setelah mengisapnya dalam-dalam sehingga terjadi internal warming di tubuhnya yang kemudian lantas melar, gemuk seperti itu. Berbeda dengan Abraham Lincoln. Ia bercerita kepadaku bahwa ia pengisap caklong. Kukatakan, hati-hati kandungan tarr dan nikotine tembakau berbahaya. Ia ikuti saranku tapi tentu sulit menghilangkan kebiasaan merokoknya. Ia lantas menghisap sedikit lalu menghembuskan asap tembakaunya banyak-banyak keluar sehingga terjadi pengerutan badan, tubuhnya jadi kurus.”
“Adik, kelak bila engkau pulang, tolong bawakan suratku kepada Presiden. Saya katakan kepada beliau, segera tingkatkan kemampuan teknologi kita agar dapat bersaing dengan luar negeri. Tirulah Jepang. Mereka memiliki kemampuan teknologi hebat, karena orangnya pendek-pendek, jarak antara mata dan dadanya dekat sehingga koordinasi antara dada, pandangan mata, pikiran maupun tangan cepat.”
“Sebaliknya Dik, orang-orang dari Kenya sulit menyerap teknologi, karena badan mereka kurus-kurus, dan kulitnya terlalu gelap. Tapi mereka amat pandai dalam berburu karena gesit.”
Kami menjadi akrab, dan hari-hari berikutnya kami lalui bersama untuk mendikusikan bagaimana menyelenggarakan Perang Dunia Ke-III. Kami perlu membentuk panitia untuk itu. Tapi siapa yang mau jadi sukarelawan untuk itu? Orang selalu minta bayaran. Kami berdua tak punya uang. Maka pembentukan panitia itu kami tunda entah sampai kapan.......
Komentar
Posting Komentar