Langsung ke konten utama

Artikel - 9

Always Sex

Oleh Adji Subela

Sungguh menyedihkan ketika muncul berita seorang gadis hilang “digondol” cowok yang baru dia kenal beberapa hari sebelumnya lewat jejaring sosial facebook. Berita tadi lantas memancing tersiarnya kasus serupa yang ternyata banyak juga terjadi di daerah lain. Bukan cuma ‘penculikan’ saja tapi menyangkut segala jenis skandal yang pada intinya berkisar pada masalah susila, jelasnya saja seks!
Tak heran bila ada ulama Islam yang mengharamkan facebook untuk disimak kaum muslimin/muslimah. Tentu saja fatwa itu merugikan ummat sendiri. Essensi sebenarnya adalah bagaimana kita memakai, mengelola facebook itu sehingga dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dan menghindari mudharat hingga sekecil-kecilnya. Ibarat pisau, bisa dipakai sebagai alat untuk menyejahterakan manusia dan dapat pula untuk tindak kejahatan. Masalah utamanya bukan pada wahana facebook, tapi kerangka berpikir rakyat kita.
Rakyat perlu diajar, dididik, diarahkan bagaimana memanfaatkan facebook atau jenis jejaring sosial lainnya guna meningkatkan harkat hidup serta martabat mereka. Itulah tugas ulama dan umara serta semua komponen masyarakat termasuk media massa.
Luar biasa banyak manfaat yang mampu kita gali dari jejaring sosial seperti ini. Wahana ini dapat menemukan kembali teman yang terpisah puluhan tahun, bertukar-menukar informasi-pengalaman-pengetahuan, mencari peluang-peluang bagi kesejahteraan bersama dan masih banyak lagi. Kenapa harus dilarang?
Memang harus diakui, guna mendidik masyarakat agar lebih pintar dan bijaksana jauh lebih sulit ketimbang mengeluarkan larangan-larangan.
Sex dan sex lagi
Seorang kenalan saya, seorang asing, pernah mengeluh kepada saya, kenapa orang-orang Indonesia selalu berpikir dan berkutat pada masalah seks. Ia mengritik kenapa energi untuk itu tidak disalurkan ke arah yang produktif untuk meningkatkan kualitas hidup pribadi dan lingkungannya. Terus terang saya agak tersinggung mendengar keluhannya, tapi akan lebih lucu kalau saya marah dan memberi argumentasi ngawur. Pada kenyataannya, apa yag dikeluhkan itu fakta!
Seorang kawan saya yang selbih senior bercerita, ketika ia menjalani program pendidikan non-degree di Amerika Serikat, ia hidup sekamar dengan seorang rekannya dari Nigeria, Afrika Barat. Si Nigeria itu menguji “pengetahuan” teman saya itu tentang kenapa para muda-mudi Barat itu berasyik-masyuk dengan pasangan masing-masing di taman umum. Hari itu hari Kamis.
“Tidak tahu,” jawab teman saya.
“You know, mereka itu sedang pemanasan untuk nanti malam Minggu. Itu harus dikerjakan sekarang karena mereka dingin sekali,” jawab si tman dari Afrika tersebut.
Nampaknya penduduk di daerah tropik mengalami masalah sejenis yaitu bagaimana mengelola dorongan seks mereka. Dan itu nampaknya bukan pekerjaan mudah. Di Indonesia terjadi seperti itu juga.
Maka tak mengherankan bila nafsu seksual berlebih-lebihan semacam itu ingin disalurkan lewat berbagai acara kegiatan sosial yang semula bertujuan luhur dan suci. Banyak kegiatan yang bertujuan baik pada awalnya belakangan diselewengkan untuk menunjukkan kejantanan dan kebetinaan. Tentu saja ini hanya pekerjaan “oknum”, satu istilah yang populer di jaman Orde Baru dulu itu, bukan gambaran umum. Akan tetapi anehnya, skandal-skandal yang membikin kegiatan-kegiatan baik itu menjadi mandeg antara lain ya seks itu, di samping masyarakat kita rata-rata suka ikut-ikutan, latah tanpa mengerti esensi kegiatan yang diikutinya, pamer untuk memuaskan ego mereka dan sebagainya.
Sebelum facebook merajalela seperti sekarang ini, dulu kita mengenal kegiatan radio antarpenduduk (citizenband). Perangkat radio itu dipakai agar penduduk dapat saling berhubungan, bersosialisasi, tukar menukar informasi, saling tolong-menolong, dan sebagainya. Kesibukan di jaman modern membuat orang sulit bertemu muka antara sesamanya. Dipakailah radio itu sebagai sarananya.
Di Indonesia, pernah dilanda demam radio semacam itu. Luar biasa kegiatannya, seolah-olah tak ada kegiatan lain yang bernilai. Bermacam-macam acara diadakan. Orang yang tak tahu teknik radio pun tergila-gila dan menjadi trend, gaya hidup, life-style. Wadhuh luar biasa sekali. Padahal kegiatan amatir radio sebelumnya sejak akhir era 60-an sudah ada, hanya di kalangan para penggemar teknik elektronika, utamanya pemancar. Mereka yang menjadi anggota harus punya kualifikasi tertentu, ditest dalam masalah elektronika. Radio antarpenduduk tidak, karena semua perangkat banyak ditemui di pasaran kendati organisasi mereka punya aturan ketat juga. Jadi siapa pun mampu bermain-main.
Tapi ya itu tadi. Setelah demam itu menyebar, maka terjadi pembiasan. Tujuan mulia berubah jadi ngeres. Istilah copy darat menjadi populer, yaitu pertemuan para pemakai radio itu dengan sesamanya; tidak di udara tapi bertemu fisik. Lalu banyak terjadi skandal, apalagi kalau bukan seks. Hobby yang semula bermanfaat jadi rusak. Setelah itu masyarakat kita yang hebat-hebat itu bosan, kegiatan itu hilang begitu saja, kecuali para penggemar murni, yaitu mereka yang suka pada masalah elektronika.
*****
Demam sebelumnya adalah interkom. Ini ketika radio antarpenduduk belum masuk masyarakat. Interkom, alat komunikasi dua arah yang masih memakai kabel sebagai penghantarnya, menjadi ramai. Kelompok-kelompok penggemar interkom berhimpun guna bersosialisasi kemudian menjadi seksualisasi. Tak sedikit skandal seks yang muncul sebagai efek negatif kegiatan itu. interkom pun hilnag karena orang kita cepat bosan.
*****
Jogging menjadi trend setelah tersiar foto Presiden AS Jimmy Carter ber-jogging bersama para pengawalnya. Kegiatan itu jadi mode seluruh dunia dan tentu saja termasuk Indonesia. Di mana-mana orang bicara jogging, diskusi berdebat, berkumpul, lalu hilang begitu saja. Tak ada atlet marathon yang mendunia dari kegiatan itu dari Indonesia seperti di masa almarhum Gurnam Singh, pemuda asal Medan. Yang beruntung tentu saja para pabrikan dan penjual sepatu olahraga. Sisanya adalah skandal-skandal di jalan dan lapangan.
*****
Sepeda gunung! Alangkah hebohnya kegiatan bersepeda gunung. Mountain bike! Fun bike! Tiap hari Minggu, di sana-sini. Ngobrol sepeda gunung, diskusi berdebat, berkumpul dan kemudian belum ada atlet balap sepeda yang muncul mendampngi Lance Amstrong. Lagi-lagi yang terlihat adalah cengengas-cengenges dua manusia beda jenis, lalu kegiatan itu hilang lagi. Masih beruntung sekarang ini kegiatan bersepeda masih ramai, dan lagi trend (lagi-lagi trend, lagi-lagi trend) sepeda lipat. Entah sampai kapan kegilaan ini berlangsung, mendampingi kegilaan penggemar sepeda onthel yang suka mejeng dengan pakaian aneh-aneh.
*****
Era 70-an ditandai dengan menjamurnya night-club serta panti pijit di Jakarta. Pusat kegiatan seperti itu dulu ada di Jalan Sabang (sekarang Jl. H. Agus Salim) dan Jalan Blora, dan Arena Pekan Raya Jakarta, di Monas.
Sebenarnya night-club semula bertujuan baik, yaitu tempat berkumpul orang yang tak suka tidur sore. Sejak dari sononya, night-club memang sudah punya konotasi kurang baik. Ketika sampai di Indonesia yang kurang baik itu nampaknya berkembang lebih subur.
Panti pijit atau massage-parlour adalah tempat orang untuk melonggarkan otot setelah bekerja berat. Mereka mencari ahli pijit untuk mengendorkan otot yang kaku itu di parlour tersebut. Ide itu ditangkap oleh orang Indonesia dan banyak yang kemudian cepat berkembang menjadi tempat mesum. Panti pijit lalu mendapat embel-embel tradisional dan sebagainya, hingga tempat pijit yang betul-betul perlu memberi tambahan predikat: Pijit untuk keluarga.
Begitu kreatif, mudah, serta cepatnya orang-orang Indonesia (terutama prianya) untuk mengubah tempat itu menjadi lokasi mesum.
*****
Tentu saja saya tak punya angka persis untuk menunjukkan bukti-bukti penyelewengan itu. Tentu perlu penelitian serius tentang hal itu, apalagi kalau peristiwanya sudah lewat, jelas sulit mendapatkan informasi-informasi. Namun rasanya kita tidak pula gampang membantah sinyalemen seperti itu, karena fakta-faktanya ada di sekitar kita.
Apa yang ingin saya sampaikan adalah, kenapa kita hanya kreatif dalam masalah-masalah negatif seperti itu? Kenapa kita selalu memaknai sesuatu dengan kerangka seksual seperti itu?
Maksud saya, tidak semua dikerangkai dengan seksualitas. Kita banyak kreatif misalnya di bidang otomotif. Modifikasi menjadi thema menggelegar. Kita jago berkreasi dalam modif (itu istilah keren mereka) kendaraan bermotor.
Bagi saya, kreatif harus mampu mencipta yang baru. Itu intinya. Kita selalu keliru dan salah jalan. Kalau saja kita di track yang benar, maka kita menjadi negara jempolan, karena pada intinya kita secara individual manusia kreatif. Kalau kita kalah dengan Cina (padahal Pembangunan Lima Tahun mereka 10 tahun lebih lambat dari kita) itu kesalahan “struktural” mulai dari kebijakan pemerintah masa lalu yang salah jalur serta masyarakat yang kurang produktif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima