Langsung ke konten utama

Oblog bebek vs gabus pucung










            Hidangan asli Betawi yaitu gabus pucung kian populer di kalangan penikmat kuliner. Boleh dikatakan, berbagai model sayur berkuah kehitaman ini selalu diburu masing-masing penggemarnya.
            “Sayur gabus pucung bagi masyarakat Bekasi, sangat istimewa,” kata H. Syamsudin (Udin) Kombo (58 thn), pemilik RM Khas Betawi H. Kombo. Kata dia, sayur gabus pucung menjadi menu kebanggaan, dapat merekatkan tali persaudaraan dan silaturahmi.
            “Di kampung ini, kalau ada anak menyajikan sayur gabus pucung, bakal dianggap anak yang berbakti pada orang tuanya,” ujar H. Udin Kombo. Menu ini dulu memang sudah melekat pada diet warga Kampung Bogor Penggarutan. Boleh dikatakan tiap hari keluarga di sana menyantap sayur yang berumbu dasar keluak (pucung) ini. Namun dengan semakin sibuknya mereka, dan juga kian sulitnya mendapatkan ikan gabus, maka mereka lebih suka membelinya dari penjual sayur gabus pucung.
Sayur gabus pucung. Foto paling atas, oblog bebek.
            Salah seorang penjual itu adalah Bu Pari binti Pace, ibunda H. Udin Kombo. Sejak muda ia menekuni usaha warung kecil yang menyajikan sayur gabus dan semur jengkol. Dua menu andalan ini paling populer, di warung kecil yang hanya punya satu keja kecil dan empat kursi sederhana.
            Pada tahun 1995, ibundanya mulai sakit-sakitan dan menyerahkan kuali logam tempat ia memasak sayur gabus pucung kepada anak nomer tujuhnya, ya H. Udin Kombo itu. Rupanya penyerahan alat itu sebagai “simbol estafet kepemimpinan” ibu kepada anaknya tersebut untuk meneruskan usaha sayur gabus pucungnya. Bulan Oktober 1995 ibunya meninggal. H. Udin Kombo (ayah dari sembilan anak dan kakek 13 cucu) yang sejak tamat SD merantau ke daerah Plumpang, Jakarta Utara, pulang kampung dan meneruskan usaha tersebut, mendirikan warung sederhana dengan menu persis seperti dulu.
            Nampaknya usaha itu berkembang, dari warung empat kursi terus menambah kapasitasnya, lantaran kian populer di kalangan warga Bekasi Barat. Pada siang hari tepat jam makan, banyak pegawai yang meluangkan waktu “melancong” ke Bogor Penggarutan mencari hidangan sayur gabus pucungnya H. Kombo. Usahanya kian membesar menjadi sebuah rumah makan yang layak menampung puluhan pengunjung.

Lokasi terpencil tetap diburu     
RM Khas Betawi H. Udin Kombo yang baru
Rumah makan yang berdiri sejak hari Senin, 14 Agustus 1997 di Kampung Bogor Penggarutan, RT 01/RW 02 Desa Setyamulya, Taruma  Jaya, Bekasi Barat ini, populer  di kalangan penikmat sayur gabus pucung bukan cuma dari Bekasi saja, tapi dari daerah  Jakarta dan kota lainnya. Warung ini memang agak jauh dari jalan utama Bekasi, dapat dicapai dari pintu masuk utama perumahan Harapan Indah, Bekasi Barat, kemudian dari bundaran belok ke kiri, terus mengikuti jalan hingga pintu keluar baratnya. Ada sejumlah papan nama dipasang H. Udin Kombo guna memudahkan penggemar menemukan lokasinya.
Sebelum di tempat sekarang, warung ini memang berlokasi di dalam kompleks perumahan Harapan Indah, tepatnya di belakang Carrefour. Sebelumnya menempati lahan di seberang jalan di dekat bengkel. Itu merupakan pindahan dari perempatan Bogor Penggarutan yang jauh dari jalan utama. Kendati demikian, warung H. Udin Kombo tetap diuber para pelanggannya yang fanatik. Kini setelah lama “buron” ke sana kemari, H. Udin Kombo memutuskan kembali ke lokasi paling awal, yaitu temapt sekarang ini.

Gabus pucung vs oblog bebek
            Tapi bagaimana kalau sayur ikan gabus yang dibumbui kuah pucung (keluwak, Jw) itu harus disandingkan dengan masakan khas Bekasi lainnya yaitu krêbêk alias oblog bebek? Hasilnya tetap top.
            Oblog alias krêbêk ini diklaim sebagai menu warisan asli Bekasi. Wujudnya agak mirip rendang muda (kalio), sebab memang banyak mengandung santan dan dimasak lama, kental, berminyak. Rasa yang menonjol dalam resep krêbêk itu adalah jahe, sereh dan kunyit yang cukup menonjol, satu campuran antara kare, gulai, dan rendang. Di Banten ada masakan khas lokal yang rasanya agak mirip, yaitu rabèk, dari daging kambing, tapi tetap memiliki perbedaan dengan krêbêk .
            Kata H. Udin Kombo, semula krêbêk alias oblog dulu muncul pada hari penting dan hari raya seperti lebaran Idhul Fitri, jamuan kondangan pengantin, dll. Sama seperti sayur gabus pucung, lama-lama orang malas memasaknya sendiri setiap hari, karena prosesnya cukup lama. Jadi mereka lebih suka membelinya dari warung makan yang menyediakannya.
H. Syamsudin (Udin) Kombo
            Daging yang paling enak untuk dimasak krêbêk adalah dari entog atau tik-tok (persilangan antara itik dengan entog), karena dagingnya lebih tebal, dan empuk. Setelah dibersihkan, daging direndam air jeruk guna menghilangkan bau amis, lalu dimasak berbarengan dengan awal pemasakan santan setelah bumbu-bumbunya di tumis. Daging direbus terus hingga santan mengental seperti kalio.
            Karena ramuan bumbunya yang begitu kental dan rasanya intens serta “panas”, maka masakan ini amat cocok untuk menghangatkan tubuh, dan tepat disandingkan dengan sayur gabus pucung yang berbumbu lembut. Nampaknya karena dimasak dengan cara diungkep lama, masakan ini disebut krêbêk.
            Di warung khas Betawi H. Udin Kombo, menu populer setelah andalannya sayur gabus pucung adalah krêbêk dan semur jengkol. Di tempatnya kini yang lebih luas, ketiga menu ini laris manis. Pada hari biasa warung ini menghabiskan 40 kgm ikan gabus segar. Pada hari-hari penting, permintaan melonjak hingga warung harus menyediakan 70 kgm.
            Kini setelah berpindah-pindah tempat, warung H. Udin Kombo menetap di lokasi awal sejak 3 Maret 2013 dengan bangunan baru lebih bagus dan luas. Malahan dalam waktu dekat H. Udin Kombo akan membangun lagi satu lokasi di seberangnya guna melayani pelanggannya lebih baik.
            Omong-omong mengenai nama Kombo yang terasa aneh, H. Syamsudin Kombo mengaku, ia sangat mengagumi tokoh Sunter Podomoro bernama Kombo. “Orang itu sangat baik, berwibawa dan dermawan,” kata H. Udin Kombo. Maka sepulangnya ke kampung halaman ia menempelkan Kombo di belakang namanya dengan harapan ketularan kelebihan tokoh aslinya.
            “Kelihatannya Allah SWT mengabulkan doa saya, sekarang saya berhasil di bidang warung makan,” ujar Syamsudin yang naik haji bersama istrinya (almarhumah) tahun 2003. Malahan ia dianggap tokoh di daerah itu karena sering menjadi penengah pertikaian antarwarga, hingga nama Kombo diartikan Komando Bogor (Penggarutan).      
           

Komentar

  1. Oblognya jarang tuh keliatan di Jakarta. Bole dicoba juga.

    BalasHapus
  2. Oblog cuma menjadi masakan keluarga saja sekarang ini. Jarang warung menjajakan sebab orang belum banyak yang tahu, bahkan anak muda betawi sekalipun

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima