Judul : Menulis Tubuh
Kumpulan Cerpen Jurnal Perempuan
Penerbit :
Jurnal Perempuan
Jl.
Lontar No.12 Menteng Atas
Setiabudi,
Jakarta Selatan 12960
Telp.
(021) 8370 2005 (hunting)
Fax: (021) 8370 6747
e-mail
: yjp@jurnalperempuan.com
Terbit :
2013
Editor/Pengantar : Gadis Arivia
Jumlah
halaman : xvi + 278
Ukuran
buku : 13,5 cm x 20 cm
Tak
mudah memahami persoalan keperempuanan, tapi bukan tak mungkin untuk mendapatkannya.
Ada berbagai-bagai pendekatan, termasuk di antaranya sastra, khususnya lewat
“saluran cepat” berupa cerita pendek. Sudah 17 tahun majalah Jurnal Perempuan mengolah isu kesetaraan
gender ini dan menjadi survivor dari
begitu banyaknya penerbitan sejenis yang kini sudah menghilang.
Penerbitan ilmiah ini konsisten mengolah isu-isu
sekitar persoalan perempuan dan perjuangannya untuk kesetaraan itu. Salah satu
pendekatan yang kiranya cukup efektif ialah melalui sastra tadi. Di wahana ini
publik diajak berolah rasa guna memahami lebih dalam masalah keperempuanan,
guna mendapatkan residu positif berupa pengertian, apresiasi dengan kadar
tinggi dan diharapkan berkualitas.
Buku kumpulan cerpen berjudul Menulis Tubuh ini memuat 32 cerita pendek yang dipandang memenuhi
syarat dan harapan penerbit untuk menggelitik publik, di luar artikel-artikel
yang membuat kening berkerut, serius. Beberapa cerpen di dalamnya pernah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, berjudul I am Woman!, oleh Yayasan Lontar, Jakarta, tahun 2011 lalu.
Sesuai dengan kebebasan berekspresi, masalah
keperempuan di sini dilihat dari berbagai sudut yang terkadang musykil, namun
tetap menarik sebagai bahan renungan. Di antaranya adalah Kartini, karya Putu Wijaya, yang “meledek” kegamangan perempuan di
era posmo dengan tuntutan era R.A. Kartini, dengan aktualisasi khas Putu yang
nakal. Juga ada “Menyusu Ayah” yang
sangat ekspresif, dengan pengertian subtil tapi nakal menyerempet “daerah
aurat”, khas Djenar Maesa Ayu.
Perempuan
dari Gunung Antang, menceritakan kisah tragis perempuan yang terjerumus
ke lereng hitam tempat prostitusi “murahan” di daerah kumuh Jakarta. Ia korban
dari kultur daerah yang menjerat warganya untuk terjerumus selalu ke arah itu.
Kepatuhan kepada orangtua berbuah derita. Penelitian yang disponsori
International Labour Organisation (ILO) awal dekade 80-an menunjukkan
prostitusi di Indonesia didorong selain oleh faktor ekonomi juga terutama
faktor budaya.
Sendok
Porselen adalah cerpen karya seorang pekerja migran perempuan,
Etik Juwita. Kini ia masih bekerja di Hongkong, China, dan tetap aktif menulis
di berbagai media tanah air maupun tempatan. Cerpen ini mengenai ketakutan
seorang pengasuh manula di Singapura yang ketakutan karena sendok porselen
kesukaan majikannya patah, dan ia gagal mencari gantinya yang sejenis. Ide
sederhana tapi apik.
Ayu Utami muncul dengan gaya berbeda yaitu dengan
naskah teater mini yang mengritik UU Pornografi lewat karyanya berjudul Sidang Susila. Cukup menggelitik.
Karya-karya lainnya selalu khas dalam menyoroti
masalah keperempuanan, mulai dari “madu yang pahit”, pergulatan antara
berjilbab atau tidak, dan masih banyak lagi. Buku ini menarik untuk dibaca,
terutama daya ungkap para penulis yang bervariasi. Kita belajar menyelami
masalah keperempuanan sambil tersenyum geli, gemas, jengkel, eneg, dan bisa apa saja sesuai dengan daya
tanggap masing-masing.
Komentar
Posting Komentar