Pertokoan
Glodok Harco begitu kondangnya hingga dari dekade 70 hingga 80-an banyak
pengunjung luar kota menyempatkan diri ke daerah ini mencari barang-barang
elektronik bermerk dengan harga miring. Di seberang Glodok Harco atau di sisi
barat Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk terletak pertokoan Glodok Building
yang tersohor dengan produk tekstil lokal maupun impor.
Tidak
heran jika sekarang pun di berbagai pelosok Jabodetabek bermunculan toko
peralatan listrik dengan memakai kata Glodok sebagai merknya, untuk sekedar
numpang beken dari nama besar Glodok Harco itu.
Daerah
Glodok yang terletak di wilayah Pecinan, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat,
ini terkepung oleh beberapa jalan ekonomi penting yaitu Jalan Pinangsia, Jalan
Pintu Besi Selatan, Jalan Gajah Mada/Hayam Wuruk dan Pancoran. Di jaman VOC,
Glodok menjadi tempat pemukiman para perantau asal Hokkian, terletak di luar
tembok kota Batavia. Sebagian penduduknya merupakan orang-orang yang diusir
dari dalam benteng kota Batavia setelah kerusuhan tahun 1740 yang memakan
banyak korban warga etnis China. Ini sebenarnya buntut dari permusuhan antara
Gubernur Jenderal Valckenier melawan anggota Dewan Hindia van Imhoff.
Wilayah di dalam tembok kota Batavia di masa sekarang
adalah Taman Fatahillah dan sekitarnya. Di luar tembok kemudian tumbuh
pemukiman juga di mana di tempat itu dulu dibangun rumah sakit, selain
pertokoan Cina. Belakangan dibangun pula penjara Glodok yang terkenal, karena
di tahun 60-an kelompok band Koes Bersaudara dipenjarakan oleh pemerintahan
Sukarno karena dianggap menyanyikan lagu ngak-ngik-ngok
yang dicap pro-Barat.
Ada
berbagai versi mengenai asal nama Glodok, antara lain dari kata gerojok atau pancuran air, di mana pada
masa awal kekuasaan VOC warga Batavia mendapatkan air bersih dari kali Ciliwung
yang dialirkan memakai gorong-gorong terbuat dari tanah liat bakar (teracotta) ke air mancur di tengah
halaman gedung Museum Sejarah Jakarta. Ketika itu air Ciliwung masih sangat
bersih dan layak minum. Warga China sulit melafalkan kata gerojok maka jadilah nama Glodok sampai sekarang.
Harco,
pusat elektronika
Pada
akhir dekade 60-an dibangun pusat pertokoan modern Glodok dengan pembagian
“tugas” sebelah barat untuk barang-barang tekstil dan kebutuhan pokok,
sedangkan di timur berjualan barang-barang elektronik, suku cadang, serta
peralatan lain yang berkaitan.
Sudah
sejak tahun 1967, generasi muda Jakarta dijangkiti demam radio amatir, dan pada
gilirannya mereka menggemari kutak-kutik membuat peralatan elektronik sendiri
atau berusaha mereparasi barang-barang yang rusak. Mereka pada masa itu biasa
mendapatkan suku cadang di Glodok Harco selain daerah lainnya seperti Jalan
Kembang Sepatu, Senen. Glodok merupakan tempat penjualan segala jenis peralatan
listrik dan elektronik yang terlengkap di masa itu. Perkembangannya begitu
pesat hingga Glodok identik dengan segala jenis pernak-pernik elektronika.
Kursus
informal
Para
pedagang elektronik – terutama suku cadangnya – bukan sekedar penjual biasa
saja. Mereka umumnya punya latar belakang pengetahuan elektronika yang memadai,
sehingga sering terjadi dialog, diskusi, dan bahkan perdebatan seru dengan para
pelanggannya mengenai skema rangkaian-rangkaian peralatan elektronika.
Di
masa itu belum banyak dikenal peralatan elektronik memakai integrated circuit (IC), sehingga bila rusak maka montir dapat
mengganti suku cadangnya dengan mudah. Dengan masuknya era IC, maka peralatan
menjadi praktis tapi sulit diperbaiki kecuali mengganti sekalian satu modulnya.
Lantai dua, kini sepi-sepi saja |
Peralatan
yang paling populer – karena banyak dipakai dalam berbagai skema – adalah
rangkaian penguat arus atau amplifier
(Ing) atau verstekker (Bld). Para hobbyist maupun profesional biasa
merangkainya sendiri karena jenis yang diperlukan tidak atau belum ada di pasaran.
Kegiatan ini sangat mengasyikkan karena tidak mudah mengerjakannya. Banyak
faktor yang menentukan keberhasilannya. Inilah yang menjadi semacam candu bagi
para penggemar elektronika. Dari skema yang sama, beberapa orang perangkai
belum tentu punya hasil yang sama dan sesuai kebutuhan.
Dapat
disebutkan Glodok Harco di masa jayanya yaitu dari dekade 70-an hingga 90-an
akhir, masih menjadi semacam kursus tidak resmi bagi pemula dan tempat diskusi
ramai bagi para seniornya. Boleh dikatakan mereka saling mengenal satu per satu
karena kerap bertemu untuk keperluan yang sama di Glodok Harco. Suasana menjadi
begitu sibuk, hidup, penuh gairah.
“Legenda”
Glodok
Ada
beberapa toko suku cadang yang terkenal di kalangan profesional maupun amatir,
antara lain toko Marconi, OK, Sinar Surya, Leisure Voice, dan lain-lainnya
semuanya di lantai dasar. Dapat kita temukan toko-toko yang khusus menjual satu
jenis suku cadang saja akan tetapi sangat lengkap, misalnya baterai kering,
tranformator, berbagai jenis kabel, dsb.
Malahan
di toko-toko tertentu dapat ditemukan berbagai suku cadang bekas pakai yang
karena tidak diproduksi lagi atau sulit untuk mendapatkannya di mana-mana,
antara lain karena pabrik pembuatnya sudah tidak ada, maka barang itu menjadi
eksklusif. Seorang penggemar elektronik “klas berat” pernah membeli sebuah
lampu bekas khusus untuk pre-amplifier buatan tahun 1935 seharga Rp.4 juta.
Suku cadang itu sudah tidak dibuat lagi, walaupun mutunya sangat bagus, mampu
memperkeras sinyal suara persis seperti aslinya.
Selain nama-nama yang sudah disebutkan, ada lagi
sebuah toko peralatan yang cukup terkenal karena barang-barangnya eksklusif,
sulit ditemukan di mana-mana, yaitu toko Multi-Voice milik Oom Pho atau sering
juga dipanggil Pak Pho. Barang-barang di sini ada yang baru dan ada pula yang
bekas pakai. Akan tetapi Pak Pho sering mendapatkan barang bekas yang sangat
tinggi kualitasnya, mengalahkan barang-barang baru sekali pun. Berbagai macam
suku cadang yang musykil dapat ditemukan di sini. Sayang sekali sejak
pertengahan tahun 2011 toko ini ditutup sebab Pak Pho sudah sakit-sakitan
sementara anak-anaknya tak ada yang mau melanjutkan usaha sang bapak. Dia lebih
memilih melayani pelanggannya di rumahnya di Jalan Keadilan 2, berjarak
kira-kira 50 meter dari Jalan Gajah Mada, di sebelah kiri.
Dapat
dikatakan, toko-toko yang sudah disebutkan tadi menjadi semacam “legenda” bagi
para penggemar elektronika, terutama toko Multi-Voice, yang di kalangan
pedagang pun sering menjadi bahan percaturan, baik karena uniknya toko maupun
pemiliknya.
Ketika
mulai masuk suku cadang berupa IC sederhana, maka para perakit semakin sering
mengunjungi Glodok Harco. IC waktu itu belum secanggih sekarang, hanya terbatas
pada penguat arus, pembagi frekuensi, dan sejenisnya. Di masa ini mulai dijual
rangkaian setengah jadi atau populer disebut kit. Jadi orang tinggal
merangkai-rangkaikan saja plus beberapa suku cadang yang tidak tercakup
sehingga lebih mudah. Sebelumnya mereka harus merangkai sendiri bagian demi
bagian, karena suku cadang dalam keadaan terurai. Maka toko-toko suku cadang
bertambah ramai oleh pembeli dari kalangan profesional serta para amatir
terutama dari kalangan mahasiswa dan siswa-siswa sekolah menengah teknik.
Salah satu gang di lantai dasar yang dulu ramai oleh para penggemar elektornika |
Untuk para pemula atau murid-murid SMK (dulu Sekolah
Teknik Menengah) serta mahasiswa fakultas teknik/elektronika, mereka biasanya
berkunjung ke gang kedua dari arah depan, karena di sana banyak dijumpai toko
suku cadang serta kit dengan harga murah serta rangkaian-rangkaian sederhana.
Selain itu mereka juga dapat menjumpai toko sejenis di lantai dua. Di sana
meeka dapat berdiskusi mengenai satu rangkaian tertentu, dan membeli rangkaian
setengah jadi dengan harga murah. Toko ini milik seorang pria tua yang memiliki
pengetahuan mengenai elektronika yang luas.
Sepi,
kebanjiran produk pabrikan
Wajah
Glodok Harco dewasa ini jauh berbeda. Sudah sejak lima tahun terakhir, suasana
kian sepi, tak ada lagi kerumunan penggemar elektronika di depan toko untuk
mendapatkan suku cadang dan berdebat dengan penjualnya. Kehangatan
antarpenggemar elektronika sudah pupus, sepi.
Apa
yang dapat kita saksikan hanyalah toko-toko yang menjual barang jadi buatan
pabrik, sama seperti di pertokoan lainnya baik di Blok M, Senen, Jatinegara,
dan sebagainya. Semua barang sudah dibuat di pabrik hingga bagian
sekecil-kecilnya, dan orang hanya dipaksa menerima apa yang dijual pabrik. Tak
ada kemampuan untuk mengutak-atik seperti di masa lalu. Bahkan dengan semakin
canggihnya peralatan dan teknik penjualan, kini para montir hampir kehilangan
pekerjaannya. Bila ada peralatan elektronika rusak, maka lebih baik membeli
baru lagi ketimbang mereparasinya, karena kerusakan itu sulit diperbaiki
montir, dan mereka lebih suka mengganti hampir keseluruhannya. Pabrik sekarang
amat bersimaharajalela mengukuhkan kekuasan mendikte pasar secara otoriter dan
hegemoninya dengan menjejalkan barang seragamnya sesuai “penelitian selera
pasar”. Pemakai hanya pasif menerima apa saja yang ditawarkan sekaligus
membunuh kreativitas para montir serta para penggemar elektronika.
Di
kalangan masyarakat Jawa terkenal adanya ramalan Jayabaya atau Jangka Jayabaya
yang menyebutkan kelak (mungkin dimulai dari jaman sekarang), pasar akan
kehilangan kumandangnya. Tak ada lagi kumandang keceriaan atau kehidupan pasar
seperti yang dulu kita kenal. Orang hanya datang, melihat, membayar dan pergi
begitu saja membawa barangnya. Tak ada diskusi atau debat hangat. Hubungan
terasa begitu kaku, dibandingkan ketika tahanan (weerstand), kondensator, spoel, transformator, lampu-lampu penguat,
dsb. masih menjadi andalan.
Kita,
orang-orang yang pernah merasakan masa jayanya era-era yang lalu, tentu rindu
akan suasana seperti itu. Akan tetapi kita sulit memutar jarum waktu kembali.
Maka yang tertinggal hanyalah sekeping nostalgia saja yang diceritakan ke
mana-mana.
Masa SMP saya menggandrungi Elektronika. Dulu tinggal di Menteng & kalau mau beli komponen pergi ke harco naik bis no.70 rute Blok M - Kota.
BalasHapusSkr saya sdh pindah ke luar kota. Lama sekali tdk pernah mengunjungi Harco. Kadang rindu suasana "kekumuhan"nya yg khas.
Membaca tulisan ini spt melontarkan sebagian diri saya ke masa lalu.
Terimakasih.
Bagus sekali critanya..
BalasHapusWah, si Om ini sepertinya suka elektronika ya Om. Hehehe, saya juga suka, tapi nyasar salah jurusan pas kuliah masuk ke jurusan Akuntansi. hahahaha...
BalasHapusom harus lihat geliat hobbyist elektronika modern di www.sparkfun.com semoga bisa menular ke Indonesia.
Om, saya mau cari tempat yang bisa membantu untuk menyolder nih. Komponen elektronika yang harus dipasang ke pcb yang saya beli kaki-kakinya rapat sekali. saya ngga mampu deh menyoldernya sendri. Kira-kira ada saran ngga ya dimana montir yang mampu menyolder dengan kaki-kaki yang cukup rapat dan berbaris banyak?
Bung Jerry, sekarang ini sudah sulit mendapatkan montir elektronik yang sabar memainkan solder seperti dulu. Tapi cobalah anda datang ke
BalasHapus1. Jl. Kembang Sepatu, Senen, Jakarta Pusat.
2. Glodok Harco, semoga masih ada montir yang mau membantu anda, tempatnya di deretan belakang.
3. Bila anda bertemapt tinggal di Cengkareng, di tepi jalan tol ke utara ada sejumlah montir yang kelihatannya masih mengerjakan kegiatan lama.
4. Bila anda tinggal di dekat Cibinong, Bogor, di pasar bagian belakang ada dua atau tiga toko yang masih mengerjakan kegiatan lama.
Dulu tempat ini menjadi semacam pabrik untuk semua peralatan sound system dibuat langsung sesuai pesanan. Asyik sekali, kita tinggal pesan amplifier maka segera dibuatkan sesuai spec yang kita minta lalu ganti si tukang yang bertanya mau merk apa. Dia tinggal tempel. Jadi anda dapat memesan amply merk Harman Kardonn, Mark Levinson atau Audioresearch ! Hahahaha asyik. Sayang sebelum menulis Glodok Hrco saya ke pasar itu, agar bisa sharing pada pembaca, tapi ternyata usaha "pabrik" amply itu sudah bangkrut karena pesanan sepi, dan tinggal dua toko saja yang hanya menjual peralatan. Sayang, satu kegiatan yang mengasyikkan hilang lagi setelah Glodok harco.
Sebenarnya kondisi toko2 elektronik kayak di glodok gak jauh beda dengan pasar genteng di surabaya mulai kurang geliatnya dan berdebu. salah satu yang saya cermati adalah kurang updatenya toko2 elektronik di glodok dengan perkembangan dunia elektronik, umumnya lebih menyediakan komponen untuk tukang servis peralatan elektronik lawas (padahal peralatan elektronik sekarang sudah banyak beda). coba lihat Eltech Elektronik di Pasar Genteng, sekarang masih aktif (paling tidak tokonya tidak berdebu) karena mengikuti perkembangan dunia elektronik.
BalasHapusSaya juga pernah tinggal di Shenzhen China, tempat jalan favorit saya adalah HuaQiangBei, pasar elektronik yang besar dan terintegrasi. Kapan Indonesia mempunyai seperti itu ya...?
Mudah-2an Bro. Produksi barang elektronik di China memang hebat, sampai nyaris jenuh. Teman saya yang sering ke Guangzhou suatu saat beli TV layar lebar. Tak disangka ternyata dapat bonus satu set compo, barang-2 elektronik lainnya, satu set pakaian dalam dan sepeda motor! Teman saya sampai kebingungan. Sayang kualitas produk China kurnag bagus. Kita pernah kebanjiran produk mereka yang berharga murah, tapi pedagang kapok sebab barangnya gampang rusak sering dapat komplain dari pelanggan. Produk dalam negeri seperti Polytron (Djarum Group) kabarnya lebih unggul dan punya pasar bagus di Eropa. Semoga saja kita punya kompleks elektronik terpadu seperti Senzhen itu.
BalasHapusrasanya dulu saya pernah belanja di toko itu,tapi say lupa nama tokonya.ada yag tau nama toko dan no tlnnya ga ya
BalasHapusHarco sekarang lebih menyedihkan. Sebentar lagi akan dibongkar diperbarui, dan pedagang spareparts lama mulai pindah berpencar ke mana-mana, a.l. ke Harco Mangga Dua, Jln Gn Sahari
BalasHapusPertama kali ke Glodok sekitar akhir tahun 1992, berbarengan waktu itu masik awal kuliah di Teknik Elaktronika Ikip Jakarta. Sebelumnya kalau mau mencari komponen elektronika ke Cikapundung Bandung, sya dari Tasikmalaya tau Glodok sejak di SMA tahun 1987-1990. Sampai sekarang pun masih ke Glodok kalu mau beli komponen elektronika untuk praktekum elektronika siswa-siswa saya....
BalasHapus