Langsung ke konten utama

Ajaib! Gubernur Ali Sadikin pernah bertemu Gubernur Jenderal VOC



Ajaib! Gubernur Ali Sadikin pernah bertemu Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen
  • Mantan Wapres Bung Hatta jadi saksinya malam-malam di Museum Jakarta Lama
Oleh Adji Subela
Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin yang memegang jabatan dari tahun 1966 hingga 1977, ternyata pernah mendapatkan “penampakan” dari Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen di tahun 1971.
Malahan peristiwa yang menggemparkan itu disaksikan langsung oleh Proklamator/mantan Wapres Bung Hatta dan Ibu Rahmi Hatta tanggal 18 Oktober 1971 pada malam hari. Bukan hanya Bung Hatta saja, bahkan Menteri Perdagangan waktu itu, Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, serta budayawan Mochtar Lubis yang ketika itu berada dalam satu acara ikut menyaksikan peristiwa aneh tersebut.
Hebatnya lagi, banyak tetamu yang hadir ikut menyaksikan peristiwa ajaib tersebut dan tidak bisa mengatasinya. Beberapa orang tamu asing yang diundang pun acara tadi terkejut melihat adegan yang di luar “nalar” itu.

Sempat bersulang
Bukan hanya penampakan J.P. Coen saja, tapi Bang Ali malah sempat berbicara dan mengangkat toast (bersulang) bersama pendiri kota Batavia tersebut. Kejadian aneh itu bertambah gempar lagi sebab berlangsung di Museum Jakarta lama, yang sekarang menjadi Museum Wayang. Gedung yang letaknya di sisi kiri Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah, Stadhuis). Museum Wayang ini semula adalah gereja Belanda tua yang dirubuhkan dan dibangun seperti yang kita lihat sekarang ini.
Di gedung itu dulu dimakamkan sejumlah pejabat VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Gubernur Jenderal J.P. Coen yang terkenal kejam itu meninggal di tahun 1629 akibat kolera. Ia semula dimakamkan di Stadhuis kemudian konon dipindahkan ke Museum Wayang ini.
Gempar
Gubernur Ali Sadikin semula bermaksud datang ke Museum Jakarta lama (Museum Wayang sekarang) untuk menghadiri acara malam sosialisasi serta penggalangan dana untuk pemugaran Jakarta lama dengan gedung Stadhuis sebagai episentrumnya.
Acara mencapai puncaknya ketika “Gubernur Jenderal J.P. Coen” mendekati Gubernur Ali Sadikin dan menyalaminya. J.P. Coen dan Bang Ali ketawa-ketawa, termasuk Bung Hatta dan Ibu Rahmi Hatta. Keduanya bersulang, diikuti para hadirin termasuk Menperdag Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Mochtar Lubis. Para undangan asing pun tertawa menyaksikan peristiwa langka tadi, dan kontan mengundang tepuk tangan gemuruh dari para hadirin semuanya, termasuk “Raden Saleh”, “Daendels”, “Raffles”, “Cornelis Speelman”, “Kapten Portugis”, bahkan “Sri Baduga Maharaja dari Pajajaran”.
Jakarta Historical Evening
Guna menghidupkan acara sosialisasi tadi, maka inisiator pemugaran Jakarta Lama Sergio dello Strologo dibantu Adji Damais, Ny. Tuty Heraty Roosseno Nurhadi, Ny. Dewi Rais sebagai produser, Ny. Pia Alisyahbana, Hilman Jatim, Iwan Tirta, Bambang Hertasning, dan banyak lagi yang lain untuk membuat acara lintasan sejarah Jakarta dan diberi nama Jakarta Historical Evening.
Sambutan besar muncul dari para ekspatriat yang ada di Jakarta waktu itu untuk menjadi pemerannya, serta kedutaan besar atau perwakilan negara sahabat ikut berpartisipasi menyumbang hidangan. Bahkan Konsul Jenderal Portugis membuat kue negerinya di era Abad Ke-17 sesuai era kedatangan mereka ke Sunda Kelapa. Di samping itu 62 sponsor yang terdiri dari perusahaan asing, patungan, perusahaan lokal, restoran, toko barang antik, dan lain-lainnya.
Bang Ali menyambut “J.P. Coen”
Pemeran J.P. Coen adalah van der Valk, seorang seniman asal Belanda, membikin kejutan dengan mendekati Bang Ali mengajak mengangkat gelas. Peristiwa langka itu kontan menyedot sambutan hadirin termasuk Bung Hatta sendiri yang tertawa menyaksikan peristiwa langka tersebut.
Bang Ali yang mengenakan setelan safari warna abu-abu dan datang tanpa ditemani Ibu Ani, menyambut Gubernur Jenderal VOC yang kondang tersebut dan berdiri bersama-sama bersulang.
Acara tanggal 18 Oktober 1971 malam itu berlangsung sukses.
Foto atas: Museum Wayang kini, di malam hari.
Foto bawah: Artikel di atas dilengkapi foto yang dapat dilihat di bawah ini

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima