Langsung ke konten utama

Mari Berkorups!

Cerpen

PENGANTAR:
Cerita pendek ini pernah dimuat di harian Sinar Harapan, Jakarta, Sabtu, 20 Desember 2003 di Halaman 12, juga dikutip di berbagai situs lainnya. Kini cerita saya turunkan lagi di blog ini gara-gara gegap-gempita masalah korupsi dan bagaimana wajah intitusi-institusi penegak hukumnya saat ini.
Selamat mengikuti.




Oleh Adji Subela
Ketika larangan itu anjuran, saat hukuman cuma senyum kecil di bibir manis dan tatkala dosa dan neraka cuma kata-kata kempis di mimbar khotbah, maka Tengul berteriak-teriak di Bundaran di depan Hotel Indonesia, di bawah lambaian Patung Selamat Datang, melambai orang-orang lewat untuk menggalakkan hidup berkorupsi.
Sewaktu seorang sahabatnya menyebutnya gila dan bisa dituntut karena menganjurkan orang lain untuk melanggar hukum, Tengul cuma nyengir menangkis: “Siapa sih manusia yang paling bersih di negeri kita? Hayo?”
Belakangan ini gejolak batin Tengul memang tak terkira-kira besarnya. Sering ia merasa eneg hendak muntah mendengar tuntutan setiap detik setiap hari agar korupsi diberantas hingga ke akar-akarnya. Berpuluh-puluh organisasi antikorupsi didirikan orang, dan diberi nama gagah-gagah dengan tujuan luhur dunia akhirat: memberantas korupsi dan dan menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, selalu memikirkan dan berpihak kepada wong cilik!
“Siapa yang menjamin sih, kalau korupsi lantas berkurang? Siapa yang berani bertanggung jawab kalau organisasi-organisasi itu nanti tidak korup sendiri?” ia tetap bertahan pada prinsipnya.
Di depan teman-temannya ia selalu serius berpidato bahwa di zaman Orde Lama, pemerintah tak menyuapi rakyatnya pakai makanan, tapi menyekokinya dengan Tujuh Bahan Indoktrinasi alias Tubapi. Rakyat tetap tak berubah, masih saja kelaparan sambil mendengarkan pidato-pidato. Di zaman Orde Baru, rakyat makan setengah kenyang, sambil melihat pejabat-pejabat dan keluarganya berkorupsi sembari dicekoki Penataran P4, dengan lauk harian berupa peringatan-peringatan, ancaman dan intimidasi. Korupsi menjadi-jadi gilanya, dan orang malah bangga menjadi koruptor, lalu korupsi menjadi yang lebih utama. Hasilnya dipamerkan ke mana-mana.
Zaman reformasi ini, Tengul menamainya sebagai Orde Bingung, orang seperti kethek ditulup (1). Kebobrokan peninggalan Orde Baru terlalu banyak, sulit dituntasi seketika. Penguasa seperti tak ada, lantaran mereka sendiri bingung mana yang benar dan mana yang salah. Tengul melihat yang banyak cumalah kebingungan dan keluhan, tuntutan, teriak-teriak tak menentu, kritikan konstruktif maupun yang ngawur asal bunyi, dan juga muncul komentar-komentar bodoh sementara korupsi malah disebutnya tidak marak sama sekali!
“Ah, bohoooong,” seorang temannya tak percaya.
“Sungguh! Tidak marak! Tapi korupsi sudah jadi way of life masing-masing individu warga negara dan sudah meresap dalam darah dagingnya dan jadi acuan-tindak untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tinggal menunggu adanya pejabat yang berkata – darah daging saya koruptor, itu saja.” Korupsi telah jadi bukan persoalan dan yang berteriak-teriak antikorupsi bagi Tengul cuma orang yang kurang pekerjaan saja.
Resep yang paling baik, adalah menganjurkan setiap orang untuk berkorupsi sedapat-dapat dan semampu-mampunya. Malahan diharuskan. Tengul tetap percaya bahwa kalau semakin dilarang, orang Indonesia akan diam-diam mengerjakannya. Sedangkan kalau dianjurkan, malah tidak dikerjakan!
Dalam sebuah diskusi kecil di ruangan mewah hotel berbintang lima, Tengul meyakinkan para peserta bahwa anjuran berkorupsi harus dituangkan dalam seperangkat aturan yang memungkinkan pembinaan dan pelaksanaannya berjalan baik.
Gerakan meningkatkan kegiatan korupsi ini bagi pria ceking tersebut begitu serius sehingga ia ia ngotot agar Dewan Perwakilan Rakyat harus dilibatkan secara aktif. Semua komponen masyarakat yang mendukung maupun yang kontra korupsi harus diundang untuk merumuskan pelaksanaannya.
“Bagaimana kalau kelompok antikorupsi di luar maupun di dalam parlemen gigih menentang rencana gila kamu itu?” kata Sodrun, yang dalam hatinya sebenarnya setuju saja.
“Bagi kita mudah, kita bikin saja pemungutan suara secara tertutup alias rahasia. Aku kira hasilnya akan positif. Sebelumnya kaum antikorupsi kita lobby dulu, lalu kita ajak studi banding ke luar negeri,” ini jalan keluar Tengul.
“Lho LSM-LSM yang antikorupsi bagaimana? Apa mereka tidak teriak-teriak?” sambar Sodrun lagi.
Tengul yakin itu perkara mudah saja. Solusinya? Beri mereka Proyek Penelitian Pelaksanaan Korupsi dari Pusat Hingga Daerah, Antara Fakta dan Harapan. Beri kebebasan mereka untuk menyampaikan hasilnya. “Berapa saja besarnya rencana biaya yagn diajukannya kita lipatkan tiga saja, karena program ini penting untuk kelangsungan hidup bangsa di masa mendatang. Mereka tentulah senang,” enteng betul si Tengul itu menjawabnya.
“Bung apa sampeyan (2) pikir MPR akan setuju?” Drs Ir Sastro Kenthir MPA, MM, MBA, Phd mengujinya.
“Ya inilah masalahnya. Tapi semua anggota DPR ‘kan merangkap jadi anggota MPR juga? Mudah-mudahan bisa diatur. Teknis di lapangannya, nanti kita adakan demonstrasi alias unjuk rasa mendukung korupsi secara mantap dan berkelanjutan. Orang-orang untuk itu sudah siap tinggal call saja. Ini semacam pressure saja, biasalah.”
Tengul berencana melibatkan para artis-selebritis, karena hanyamerekalah kini yang dipercaya orang. Yudikatif tidak sama sekali, eksekutif telah bolong dan legislatif dianggapnya lebih serakah. Akan dibikinnya promosi besar-besaran, karena oran Indonesia paling gampang termakan iklan. Apa yang dikatakan iklan ditelan bulat-bulat tanpa dilihat.
Pria ceking itu menyambung lagi: “Pendeknya, kehidupan berkorupsi sudah meresap hinga ke sel-sel otak dan hati kita semua. Tinggal direalisasikan atau kita lembagakan saja secara terbuka, daripada sembunyi-sembunyi dan malu-malu kucing, wong ini sudah bukan barang aneh dan menjijikkan kok. Saya yakin gerakan ini akan didukung banyak orang secara diam-diam. Kalau pun ada yang menentang, itu karena mereka belum mendapatkan pencerahan dan penjelasan yangkomprehensif, atau ragu-ragu apakah mereka bisa memanfaatkan gerakan ini apa tidak, itu isa diatur kok, tenang saja.”
Pria ceking tokoh kita ini meyakinkan mereka, bahwa kebocoran APBN rata-rata 30% karena berbagai sebab – tentu di atnaranya korupsi – itu prestasi manajemen yang canggih, yaitu bagaimana mengatur-atur agar copetan mereka tak ketahuan. Ini memerlukan skill tinggi.
“Bung Tengul, apakah Anda tidak takut dicap antirevolusi, antipembangunan, ekstrem kiri-kanan, tengah, depan, belakang dan apakah Anda bisa menangkis tuduhan unsur keterpengaruhan. Nanti Anda akan deitanya teman dekat Anda itu siapa saja dan apa organisasinya,” Sastro mengingatkannya dengan serius.
“Mudah. Unsur keterpengaruhannya banyak. Kita tanya para pemeriksa kita, para jaksa, hakim serta pengacara. Siapa yang tidak pernah berkorupsi? Hayo ngacung (3). Siapa yang pernah berkorupsi? Ngacung.”
“Kalau mereka mereka mengaku berkorupsi?” tanya Sastro.
“Itu calon anggota kita!”
“Kalau mereka mengaku tidak berkorupsi?”
“Itu juga calon anggota kita, maksudnya anggota tingkat percobaan.”
“Kalau tidak mengacung untuk kedua hal itu?” kejar Sastro.
“Itu anggota utama kita, karena untuk berpendapat saja mereka mengorupsi dirinya sendiri, hingga ia pantas mendapat kedudukan istimewa di kelompok kita.”
Semangat Tengul untuk menggalakkan korupsi betul-betul nekat luar biasa. Organisasi itu segera akan akan dibentuknya, dengan nama sementara Komite Penggalakan Korupsi. Malahan dengan bantuan seorang pengarang lagu yang namanya minta dirahasikan betul-betul (bahkan kabarnya dengan perjanjian di atas kertas bersegel), ia menyiptakan lagu Mars Mari Berkorupsi. Seperti ini:
Marilah kita berkorupsi
Korupsi sampai mati
Hukuman jangan peduli
Itu soal nanti
Soal syairnya, Tengul menyilakan seua orang untuk mengutak-atiknya kembali, karena semangatnya memang untuk berkorupsi. “Yang penting intinya berupa ajakan untuk berkorupsi, itu saja, simpel kok,” begitu Tengul meyakinkan teman-temannya. Sodrun malahan menyumbang hymne korupsi:
Korupsi, korupsi, sungguh nikmat sekali
Marilah bangsaku kita berkorupsi, enak sekali
Jangan cuma sekali saudaraku,
Tapi berkali-kali
Sampai mati, sampai mati
Sodrun, yang tampaknya sudah jadi pendukung fanatik Tengul, menganjurkan agar untuk mengiringi lagu itu dicomot saja dari hymne-hymne yang ada – yang indah-indah bukan main – tanpa perlu minta izin pada pemilik hak ciptanya karena memang namnaya juga korupsi.
Usaha gigih Tengul dan wakilnya, Sodrun, tampaknya mendapat hasil juga. Beberapa orang mendaftarkan diri menjadi anggota. Sampai suatu ketika, Tengul mendesak diadakannya deklarasi pembentukan Komite Penggalakan Korupsi.
“Ini masalah urgen sehingga sehingga haus cepat-cepat kita realisasikan,” ujarnya dengan penuh semangat.
Ada kira-kira tiga puluh orang calon peserta, terdiri dari lima belas pria dan lima belas perempuan. Barangkali itu artinya korupsi tidak memandang jender. Semua jenis kelamin punya potensi sama untuk berkorupsi, tidak pilih-pilih. Kelihatannya asal ada peluang sikat saja, beres. Tengul dengan serius minta calon peserta agar pada saat deklarasi Komite Penggalakan Korupsi nanti di sebuah hotel berbintang lima, mereka mengenakan pakaian olahraga saja, dengan sepatu kets. Maksudnya begitu selesai acara, mereka disuruh lari kencang-kencang meninggalkan tempat itu akrena biaya sewa ruangan tidak akan dibayar. Sebab, begitu Tengul menjelaskan kepada peserta, membayar biaya ruangan itu tidak berspirit korupsi sama sekali.
****
Tiba pada hari deklarasi penting itu, calon anggota yang datang hanya sepuluh orang, masing-masing lima orang pria dan lima lainnya perempuan. Itu saja.
Banyak sekali wartawan yang datang, baik dari media ceta maupun elektronik, termasuk cyberjournalists yang dari dotkom-dotkom. Di acara itu, Komite Penggalakan Korupsi mengenalkan bandera serta simbul mereka, yaitu berupa gambar-gambar dua jari mengacung membentuk huruf V seperti gayanya PM Inggris Sinston Churchill dahulu itu. Cuma ambar tangan ini dipasang terbalik dan digambarkan menjepit selembar uang kertas. Simbul itu juga menjadi gambar bendera Komite, yang warnanya putih bersih sebagai lambang kebersihan nait mereka. Semula Sodrun mengusulkan agar benderanya berwarna hitam dan ada gamabr tengkorak yang ditutup matanya sebelah, tapi semua anggota menolah mentah-mentah karena itu identik dengan perompak. Kalau perompak, itu korupsi cara barbar. Black collar corruption. Komite ini hanya menanmpung yang white dan blue collar saja.
Belum lagi acaranya dimulai, Tengul sudah dicegar para wartawan dan diguyuri pertanyaan aneh-aneh. Maka berkatalah Tengul, sang penggagas Komite Penggalakan Korupsi itu:
“Saudara-saudara, para pengamat asing menempatkan negeri kita sebagai negeri yang paling korup nomer sekian. Itu jangan dianggap memalukan tapi harus disikapi sebagai potensi yang harus disyukuri dan dianggap sebagai peluang. Tak banyak negara yang mampu mengembangkan korupsi begitu hebat hingga semakin canggih seperti negeri kita. Oleh sebab itu saudara-saudara, kita akan menjadikan korupsi sebagai ekspor andalan kita. Ekspor andalan saudara-saudara ... uhuk-uhuk-uhuk....,” teriak Tengul kemudian terhenti karena terbatuk-batuk. Seorang asistennya datang memberi air putih segelas.
“....kemudian ita buka konsultasi mengenai teknik-teknik berkorupsi dan kita masyarakatkan ke dalam dan ke luar negeri. Nantinya akan ada semacam buku Panduan Dasar untuk Berkorupsi. Untuk tahap pertama kita minta pengakuan agar korupsi merupakan ketrampilan dasar yang perlu dikembangkan. Bila seluruh komponen bangsa lebih serius lagi, korupsi mudah-mudahan menjadi ilmu terapan yag memiliki methode dan sistematikanya sendiri. Itu sudah di depan mata kita semua, cuma ya itulah tadi, belum ada pengakuan terbuka. Yang jelas, kegiatan korupsi sekarang ini sudah membentuk satu siklus ekonominya sendiri sehingga cita-cita kita tadi tidak muluk-muluk. Kita harus tetap yakin mengenai hal itu, janganlah ragu sedikit pun.”
Disebutkannya, investor asing enggak ke Indonesia karena korupsi itu. tapi Tengul dengan berapi-rapi membela bahwa ekonomi kita berputar anara lain dibiayai pakai uang hasil korupsian itu, yang beredar diam-diam dan meningkatkan daya beli rakyat!
“Dulu sebelum kedatangan tenaga kerja dari negeri kita, polisi-polisi Malaysia sangat berdisiplin tinggi. Kini setelah bergaul dengan orang Indonesia, mereka mulai tahu apa namanya korupsi itu,” Tengul nekat mernjelaskan.
“Pak, peneliti asing menilai Indonesia harus dihindari untuk investasi karena sangat korup, biaya silumannya banyak, premannya tak terkira-kira. Bunakankah penggalakan korupsi itu nanti justru akan mencegah investasi asing masuk ke sini?” seorang wartawan mengetes keteguhan Tengul.
“Begini, Bung. Investor asing itu hipokrit, munafik. Ketika pemodal asing berjejal-jejal masuk ke negeri kita di masa awal Orde Baru dulu, mereka itu main sogok sana sogok sini, tahu enggak? Jadi kita diajari teknik dagang yang seperti itu. Sekarang ketika kemampuan kita meningkat pesat, mereka justru menuding kita negeri korup. Apa itu adil?”
“Bagaimana dengan daya saing produk kita, karena cost-nya jelas akan lebih tinggi?” serbu wartawan lainnya.
“Begini kawan, pengusaha luar negeri itu licik-licik. Praktik suap dan korupsi juga mereka lakukan tapi mereka lantas menimbang-nimbang negeri mana yang korupsinya lebih kecil itu yang dicari. Mau cari yang bersih? Imposibeeeeel...imposibellll.”
“Lantas apa sih upaya Komite Anda untuk itu?” lanjut si wartawan.
“Kita akan menuntut suatu konvensi internasional mengenai korupsi. Kita tentukan berapa uagn siluman yang pantas, dan masukkan semuanya dalam biaya produksi. Maka dari itu kami akan mengadakan pendekatan kepada negara-negara yang dinyatakan bersih untuk mengadopsi korupsi. Jadi kita globalkan korupsi ini, yang penting jelas aturan mainnya hingga semuanya berjalan fair. Kira-kira seperti itu idenya.”
“Untuk tingkat regional,” lanjut si Tengul, “kita dekati negara-negara tetangga kita. ada lho, negara tetangga yang dinyatakan bersih korupsi, tapi mereka mampu menyimpan koruptor di sana asal bawa uang. Itu korupsi supercanggih namanya dan sudah berskala global-regional.”
“Pak, bukankah menganjurkan orang lain untuk melanggar hukum itu juga bisa dituntut?” kejar seorang jurnalis lainnya.
“Tidak masalah kok dik, kalau pun kita dibui karena penyebaran ide yang sebenarnya sudah kita jiwai dan kita praktikkan ramai-ramai, apa boleh buat. Departemen Kehakiman dan HAM sudah memperbaiki rutan Cipinang begitu bagusnya, dan kabarnya rutan-rutan lainnya di seluruh negeri akan segera menyusul berturut-turut. Itu bagus, langkah antisipatif yangjitu namanya.”
******
Upaya tulus di Tengul dan kawan-kawannya tentu saja mendapatkan reaksi keras dari sana-sini. Itu sudah ukan hal aneh baginya, sudah diperhitungkan masak-masak. Suatu kali rumahnya didatangi oleh segerombolan orang berbadan tegap-tegap dan berambut cepak, lain hari datang pula beberapa pria berambut gondrong. Juga ada sejumlah pria erdasi dan bermobil mwwah datang kepadanya. Tak ketinggalan sejumlah pria bermartabat yangmengenakan hem safari datang diam-diam mengendarai sedan hitam-hitam dengan tiang bendera kecil di bagian bemper depan. Apa urusan mereka itu semua dengan Tengul, tidak ada yag tahu-menahu...........
Perkebangan selanjutnya, lama tak terdengar berita mengenai Komite Penggalakan Korupsi ini. Tapi belum lagi seminggu yang lalu ada berita mengenai ditemukannya sesosok mayat di tepi Kali Ciliwung. Mayat seorang pria ceking. Jenasah itu telah diotopsi, hasilnya menyebutkan bahwa si pria tewas dicekik. Berdasarkan KT yang ada di dompetnya, di diketahui bernama Pro. Dr. Drs. Ir. Tengul SH, MM, MBA. Mayatnya diserahkan kepada keluarganya. Sayangsekali keluarganya tidak mau menerima hasil otopsi itu lalu minta otopsi ulang di kampung halamannya. Hasilnya, Tengul tewas karena obat terlarang. Tapi dokter tak mampu menyebutkan obat apa yang telah dipakainya, karena setibanya di tempat kelahirannya, wajah si mayat telah berubah menjadi tersenum seperti orang yang sedang lega hatinya, atau barangkali lebih mirip sepeti orang yang kegelian digelitiki pinggangnya.
Selesai.
Keterangan:
Kethek ditulup = monyet disumpit. Ungkapan dalam Bahasa Jawa guna menggambarkan orang yantg sedang mengalami kebingungan.
Sampeyan = Anda
Ngacung = mengangkat tangan, terutama untuk pemungutan suara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima