Bagian Ke-4 Penulis Adji Subela Esok petangnya, diam-diam surat saya serahkan pada Kucik dengan isyarat agar ia diam-diam pula menerimanya, tak perlu ada kehebohan. Saya jelas akan repot nantinya. Harapan saya ternyata tidak tercapai. Surat itu oleh Kucik ditunjukkannya kepada kakaknya, Tengku Kamaliah, serta ibunya. Matilah saya! Kakaknya tentu saja tertawa terpingkal-pingkal melihat kepolosan adik kecilnya itu. Entah kepada siapa lagi Kucik membawa surat itu, saya tidak pernah tahu. Bahkan hingga Kucik berpulang ke Rahmatullah, saya tidak pernah menanyakan surat itu lagi. Bagi saya surat itu sudah menjadi milik pribadinya yang tak boleh saya tanya-tanyakan lagi, apalagi untuk memintanya kembali, tentu akan lucu sekali jadinya, bukan? Tentu saja pada pertemuan berikutnya, saya merasa kikuk dan malu kepada Tengku Kamaliah. Akan tetapi pendidikan Barat mereka sungguh luar biasa. Beliau minta saya bersabar menghadapi Kucik. Tapi terdapat kesan sekilas, Tengku Kamaliah nampaknya mendukung
Blog ini seperti majalah ringan untuk Anda. Selain berisi catatan pribadi juga berisi artikel ringan, human interest, jokes, dll. Dengan kata lain, Anda seperti membaca majalah maya. Kritik dan saran dari Anda saya nantikan. Selamat mengikuti.